Pengertian tentang Ilmu dan Teori dalam Komunikasi
Definisi ilmu
”Ilmu
adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan dari
mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum”
(Nazir, 1988).
”Konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal:
adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi, dan dapat disistematisasi”
(Shapere, 1974).
”Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif, dan konsistensi dengan realitas sosial” (Alfred Schutz,1962).
”Ilmu
tidak hanya merupakan suatu pengetahuan yang terhimpun secara
sistematis, tapi juga merupakan suatu metodologi” (Tan,1954).
Dari
empat definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya
adalah pengetahuan tentang sesuatu hal, baik yang menyangkut alam
(natural) atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia
melalui proses berpikir. Pengertian ilmu dalam dunia ilmiah menuntut
tiga ciri:Pertama, ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika.Kedua, ilmu harus terorganisasikan secara sistematik.Ketiga, ilmu harus berlaku umum.
Pengertian Ilmu KomunikasiBerger dan Chaffee dalam buku "Handbook of Communication Science"
(1987). Menurut Berger dan Chaffee, ilmu komunikasi adalah ”suatu
pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem
tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan
digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan
dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan
lambang”.Pengertian ilmu komunikasi yang dijelaskan oleh Berger dan Cheffee tersebut memberikan 3 pokok pikiran.Pertama,
objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah
produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang
dalam konteks kehidupan manusia.Kedua,
ilmu komunikasi bersifat ”ilmiah-empiris” (scientific) dalam arti
pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk teori-teori)
harus berlaku umum.Ketiga,
ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan
dengan produksi, proses dan pengaruh bagi sistem-sistem tanda dan
lambang.Berdasarkan definisi dari Berger dan Chaffee serta
uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya tentang
ciri-ciri ilmu, dapatlah dikatakan bahwa ”ilmu komunikasi pada dasarnya
dalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui
suatu penelitian tentang sistem, proses dan pengaruhnya yang dilakukan
secara rasional dan sistematik, serta kebenarannya dapat diuji dan
digenaralisasikan”.
Pengertian Teori dalam Komunikasi
Secara umum istilah teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian sebagai berikut :
- Teori adalah abstraksi dari realitas
- Teori
terdiri dari sekumpulan prinsip-prinsip dan definisi-definisi yang
secara konseptual mengorganisasi aspek-aspek dunia empiris secara
sistematis.
- Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksioma-aksioma dasar yang saling berkaitan.
- Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi yang diterima atau terbukti secara empiris.
Teori "konseptualisasi atau penjelasan logis dan empiris tentang suatu fenomena”
Teori memiliki dua ciri umum.Pertama,
semua teori adalah ”abstraksi” tentang suatu hal. Dengan demikian
teori sifatnya terbatas. Teori tentang radio kemungkinan besar tidak
dapat dipergunakan untuk menjelaskan hal-hal yang menyangkut televisi.Kedua,
semua teori adalah konstruksi ciptaan individual manusia. Oleh sebab
itu sifatnya relatif dalam arti tergantung pada cara pandang si pencipta
teori, sifat dan aspek hal yang diamati, serta kondisi-kondisi lain
yang mengikat seperti waktu, tempat dan lingkungan di sekitarnya.
Teori komunikasi: "Konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia”. Meliputi: produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang yang terjadi dalam kehidupan manusia.Penjelasan dalam Teori dalam
teori tidak hanya menyangkut penyebutan nama dan pendefinisian
variabel-variabel, tetapi juga mengidentifikasi keberaturan hubungan di
antara variabel.
Littlejohn (1987): Penjelasan dalam teori berdasarkan pada "prinsip keperluan" (the principle of necessity),
yakni suatu penjelasan yang menerangkan variable-variabel apa yang
kemungkinan diperlukan untuk menghasilkan sesuatu. Contoh : untuk
menghasilkan x, barangkali diperlukan adanya y dan z.Littlejohn "Prinsip keperluan"
1. Causal necessity (keperluan kausal)
2. Practical necessity (keperluan praktis), dan
3. Logical necessity (keperluan logis).
Keperluan kausal berdasarkan asas hubungan sebab-akibat. Umpamanya, karena ada y dan z maka terjadi x. Keperluan praktis menunjuk pada kondisi hubungan tindakan-konsekuensi.
Kalau
menurut prinsip keperluan kausal x terjadi karena y dan z, maka menurut
prinsip penjelasan keperluan praktis y dan z memang bertujuan untuk,
atau praktis akan menghasilkan x. Prinsip yang ketiga ”prinsip
keperluan logis) berdasarkan pada azas konsistensi logis. Artinya, y dan z secara konsisten dan logis akan selalu menghasilkan x.
Sifat, Tujuan dan Fungsi Teori
Abraham Kaplan (1964):
Teori bukan semata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga
suatu cara untuk melihat fakta, mengorganisasikan serta
merepresentasikan fakta tersebut. Suatu teori harus sesuai dengan dunia
ciptaan Tuhan, dalam arti dunia yang sesuai dengan ciri yang
dimilikinya sendiri. Dengan demikian teori yang baik adalah teori yang sesuai dengan realitas kehidupan.
Teori yang baik adalah teori yang konseptualisasi dan penjelasannya
didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
Apabila konsep dan penjelasan teori tidak sesuai dengan realitas, maka
keberlakuannya diragukan dan teori demikian tergolong teori semu.
Fungsi Teori menurut Littlejohn:
1. Mengorganisasikan dan menyimpulkan
2. Memfokuskan
3. Menjelaskan
4. Mengamati
5. Membuat prediksi
6. Heuristik
7. Komunikasi
8. Kontrol/mengawasi
9. Generatif
Mengorganisasikan dan menyimpulkan:
Dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukannya secara
sepotong-potong. Kita perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan
hal-hal yang terjadi dalam kehidupan dunia. Pola-pola dan
hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan. Pengetahuan kita
tentang pola-pola dan hubungan-hubungan ini kemudian diorganisasikan dan
disimpulkan. Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai
rujukan atau dasar bagi upaya-upaya studi berikutnya.
Memfokuskan: Hal-hal
atau aspek-aspek dari suatu objek yang diamati harus jelas fokusnya.
Teori pada dasarnya hanya menjelaskan tentang suatu hal, bukan banyak
hal.
Menjelaskan: Teori
harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamatinya.
Penjelasan ini tidak hanya berguna untuk memahami pola-pola,
hubungan-hubungan, tetapi juga untuk mengintreprestasikan
peristiwa-peristiwa tertentu.
Pengamatan:
Menunjukkan bahwa teori tidak saja menjelaskan tentang apa yang
sebaiknya diamati tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana cara
mengamatinya. Oleh karena itulah teori yang baik adalah teori yang
berisikan konsep-konsep operasional. Konsep operasional ini penting
karena bisa dijadikan sebagai patokan untuk mengamati hal-hal rinci yang
berkaitan dengan elaborasi teori.
Prediksi:
Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun
berdasarkan data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan
tentang keadaan yang bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh
teori juga tercerminkan dalam kehidupan di masa sekarang. Fungsi
prediksi ini terutama sekali penting bagi bidang-bidang kajian
komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi
dalam organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, ”public
relations”, dan media massa.
Heuristik atau heurisme: Aksioma
umum menyebutkan bahwa teori yang baik adalah teori yang mampu
merangsang penelitian. Ini berarti bahwa teori yang diciptakan dapat
merangsang timbulnya upaya-upaya penelitian selanjutnya. Hal ini dapat
terjadi apabila konsep-konsep dan penjelasan-penjelasan teori cukup
jelas dan operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya.
Komunikasi:
Teori seharusnya tidak menjadi monopoli si penciptanya. Teori harus
dipublikasikan, didiskusikan, dan terbuka terhadap kritikan-kritikan.
Dengan cara ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan teori akan dapat
dilakukan.
Normatif: Asumsi-asumsi
teori dapat kemudian berkembang menjadi norma-norma atau nilai-nilai
yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori
dapat berfungsi sebagai sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku
kehidupan manusia.
Generatif: Fungsi
ini terutama sekali menonjol dikalangan pendukung tradisi/aliran
pendekatan interpretatif dan teori kritis. Menurut pandangan aliran
ini, teori juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan kultural,
serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.
Pengembangan TeoriProses
pengembangan atau pembentukkan teori umumnya mengikuti model pendekatan
eksperimental yang lazim dipergunakan dalam ilmu pengetahuan alam.
Menurut pendekatan ini, biasa disebut ”hypothetic-deductive method”
(metode hipotesis-deduktif), proses pengembangan teori melibatkan empat
tahap sebagai berikut :
- Developing questions (mengembangkan pertanyaan)
- Forming hypothesis (membentuk hipotesis)
- Testing the hypotheses (menguji hipotesis)
- Formulating theory (memformulasikan teori)
Proses dari keempat tahap pengembangan teori ini, sebagaimana dijelaskan oleh Littlejohn, adalah sebagai berikut :
- Asumsi-asumsi teori dideduksi menjadi hipotesis.
- Hipotesis
ini dirinci lagi kedalam konsep-konsep operasional yang dapat dijadikan
sebagai patokan untuk pengamatan atau observasi.
- Berdasarkan
hasil-hasil temuan pengamatan yang dilakukan melalui metode dan
pengukuran tertentu kemudian dibuat generalisasi-generalisasi.
- Dari generalisasi-generalisasi ini akhirnya diinduksi menjadi teori
Patokan/tolak ukur dalam mengevaluasi kesahihan teori.
Pertama
adalah ”cakupan teoritis” (theoretical scope). Yang jadi persoalan
pokok disini adalah apakah suatu teori yang dibangun memiliki prinsip
”generality” atau keberlakuan umum.
Kedua
adalah ”kesesuaian” (appropriateness), yakni apakah isi teori sesuai
dengan pertanyaan-pertanyaan atau permasalahan-permasalahan teoritis
yang diteliti.
Ketiga
adalah ”Heuristic”. Yang dipertanyakan adalah apakah suatu teori yang
dibentuk punya potensi untuk menghasilkan penelitian atau teori-teori
lainnya yang berkaitan.
Keempat
adalah validitas atau konsistensi internal dan eksternal. Konsistensi
internal mempersoalkan apakah konsep dan penjelasan teori konsisten
dengan pengamatan. Sementara itu, konsistensi eksternal mempertanyakan
apakah teori yang dibentuk didukung oleh teori-teori lainnya yang telah
ada.
Kelima
adalah kesederhanaan. Inti pemikirannya adalah bahwa teori yang baik
adalah teori yang berisikan penjelasan-penjelasan yang sederhana.
Komponen Konseptual dan Jenis-jenis Teori Komunikasi
Ilmu
pengetahuan sosial bersifat multidisipliner, definisi-definisi mengenai
komunikasi yang diberikan para ahli pun sangat beragam. Masing-masing
punya penekanan arti, cakupan, dan konteksnya yang berbeda satu sama
lainnya. Frank E.X. Dance (1976),
seorang sarjana Amerika yang menekuni bidang komunikasi,
menginventarisasi 126 definisi komunikasi yang berbeda-beda satu sama
lainnya.
Dari
definisi-definisi ini ia menemukan adanya 15 komponen konseptual pokok.
Berikut adalah gambaran mengenai kelima belas komponen tersebut
disertai dengan contoh-contoh definisinya :
1. Simbol-simbol/verbal/ujaran
”Komunikasi adalah pertukaran pikiran atau gagasan secara verbal” (Hoben,1954).
2. Pengertian atau pemahaman
”Komunikasi
adalah suatu proses dengan mana kita bisa memahami dan dipahami oleh
orang lain. Komunikasi merupakan proses yang dinamis dan secara konstan
berubah sesuai dengan situasi yang berlaku”, (Anderson, 1959).
3. Interaksi/hubungan/proses sosial
”Interaksi,
juga dalam tingkatan biologis, adalah salah satu perwujudan komunikasi,
karena tanpa komunikasi tindakan-tindakan kebersamaan tidak akan
terjadi” (Mead,1963).
4. Pengurangan rasa ketidakpastian
”Komunikasi
timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa
ketikpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat
ego” (Barnlund, 1964).
5. Proses
”Komunikasi
adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan
lain-lain, melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata,
gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain” (Berelson dan Steiner, 1964).
6. Pengalihan/penyampaian/pertukaran
”Penggunaan
kata komunikasi tampaknya menunjukkan kepada adanya sesuatu yang
dialihkan dari suatu benda atau orang ke benda atau orang lainnya. Kata
komunikasi kadang-kadang menunjukkan kepada pa yang dialihkan, alat apa
yang dipakai sebagai saluran pengalihan atau menunjuk kepada keseluruhan
proses upaya pengalihan. Dalam banyak kasus, apa yang dialihkan itu
kemudian menjadi milik atau bagian bersama. Oleh karena itu komunikasi
juga menuntut adanya partisipasi” (Ayer,1955).
7. Menghubungkan/menggabungkan
”Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dalam kehidupan dengan bagian lainnya” (Ruesch, 1957).
8. Kebersamaan
”Komunikasi
adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh
seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau
lebih” (Gode, 1959).
9. Saluran/alat/jalur
”Komunikasi
adalah alat pengiriman pesan-pesan kemiliteran perintah/order dan
lain-lain seperti telegraf, telepon, radio, kurir dan lain-lain”
(American College Dictionary).
10. Replikasi memori
”Komunikasi adalah proses yang mengarahkan perhatian seseorang dengan tujuan mereplikasi memori” (Cartier dan Harwood,1953).
11. Tanggapan diskriminatif
”Komunikasi adalah tanggapan diskriminatif dari suatu organisme terhadap suatu stimulus” (Stevens,1950).
12. Stimuli
”Setiap
tindakan komunikasi dipandang sebagai penyampaian informasi yang
berisikan stimuli diskriminatif, dari suatu sumber terhadap penerima”
(Newcomb,1966)
13. Tujuan/kesengajaan
”Komunikasi
pada dasarnya penyampaian pesan yang disengaja dari sumber terhadap
penerima dengan tujuan mempengaruhi tingkah laku pihak penerima”
(Miller, 1966).
14. Waktu/situasi
”Proses
komunikasi merupakan suatu transisi dari suatu keseluruhan struktur
situasi ke situasi yang lain sesuai pola yang diinginkan” (Sondel,1956).
15. Kekuasaan/kekuatan
”Komunikasi adalah suatu mekanisme yang menimbulkan kekuatan/kekuasaan”(Schacter,1951).
Kelima belas komponen konseptual tersebut di atas merupakan kerangka
acuan yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam menganalisis fenomena
peristiwa komunikasi. Komponen-komponen tersebut, baik secara
tersendiri, secara gabungan (kombinasi dari beberapa komponen) ataupun
secara keseluruhan, dapat dijadikan sebagai fokus perhatian dalam
penelitian.
Jenis-jenis Teori Komunikasi
Littlejohn (1989),
berdasarkan metode penjelasan serta cakupan objek pengamatannya, secara
umum teori-teori komunikasi dapat dibagi dalam dua kelompok.
- Kelompok pertama disebut kelompok ”teori-teori umum” (general theorities)
- Kelompok kedua adalah kelompok ”teori-teori konseptual” (contextual theorities)
Ada empat jenis teori yang diklasifikasikan masuk ke dalam kelompok teori-teori umum :
- Teori-teori fungsional dan struktural
- Teori-teori ”behavioral” dan ”cognitive”
- Teori-teori konvensional dan interaksional
- Teori-teori kritis dan interpretif.
Sementara kelompok teori-teori kontekstual terdiri dari teori-teori tentang :
- Komunikasi antarpribadi
- Komunikasi kelompok
- Komunikasi organisasi
- Komunikasi massa
Teori-teori Umum
1. Teori-teori Fungsional dan Struktural
Ciri dari jenis teori ini (meskipun istilah fungsional dan struktural
barangkali tidak tepat) adalah adanya kepercayaan atau pandangan tentang
berfungsinya secara nyata struktur yang berada diluar diri pengamat.
Menurut pandangan ini, seorang pengamat adalah bagian dari struktur.
Oleh karena itu cara pandangnya juga akan dipengaruhi oleh struktur yang
berada di luar dirinya.
Meskipun pendekatan fungsional dan struktural ini seringkali
dikombinasikan, namun masing-masing mempunyai titik penekanan yang
berbeda. Pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik,
menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian
bahasa dan sistem sosial. Pendekatan fungsionalisme yang berasal dari
biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan
dan mempertahankan sistem. Apabila ditelaah kedua pendekatan ini
sama-sama mempunyai penekannan yang sama yakni tentang sistem sebagai
struktur yang berfungsi.
Kedua pendekatan ini juga memiliki beberapa persamaan karakteristik sebagai berikut :
1.
Baik pendekatan strukturalisme ataupun pendekatan fungsionalisme,
dua-duanya sama-sama lebih mementingkan ”synchrony”(stabilitas dalam
kurun waktu tertentu) dari pada ”diachrony” (perubahan dalam kurun waktu
tertentu).
2.
Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kecenderungan memusatkan
perhatiannya pada ”akibat-akibat yang tidak diinginkan” (unintended
consequences) daripada pada hasil-hasil yang sesuia tujuan. Kalangan
strukturalisme tidak mempunyai konsep-konsep ”subjektivitas” dan
”kesadaran”. Bagi mereka yang diamati terutama sekali adalah
faktor-faktor yang berada di luar kontrol dan kesadaran manusia.
3.
Kedua pendekatan sama-sama punya kepercayaan bahwa realitas itu pada
dasarnya objektif dan ”independen” (bebas). Oleh karena itu pengetahuan,
menurut pandangan ini, dapat ditemukan melalui metode pengamatan
(observasi) empiris yang cermat.
4.
Pendekatan strukturalisme dan fungsionalisme juga sama-sama bersifat
dualistis, karena kedua-duanya memisahkan bahasa dan lambang dari
pemikiran-pemikiran dan objek-objek yang disimbolkan dalam komunikasi.
Menurut pandangan ini, dunia ini hadir karena dirinya sendiri sementara
bahasa hanyalah alat untuk mempresentasikan apa yang telah ada.
5.
Kedua pendekatan juga sama-sama memgang prinsip ”the correspondence
theory of truth” (teori kebenaran yang sesuai). Menurut teori ini bahasa
harus sesuai dengan realitas. Simbol-simbol harus mempresentasikan
sesuatu secara akurat.
2. Teori-teori ”Behavioral” dan ”Cognitive”
Sebagaimana halnya dengan teori-teori strukturalis dan fungsional,
teori-teori behavioral dan kognitif juga merupakan gabungan dari dua
tradisi yang berbeda. Asumsinya tentang hakikat dan cara menemukan
pengetahuan juga sama dengan aliran strukturalis dan fungsional.
Perbedaan utama antara aliran behavioral dan kognitif dengan aliran
strukturalis dan fungsional hanyalah terletak pada fokus pengamatan
serta sejarahnya. Teori-teori strukturalis dan fungsional yang
berkembang dari sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya cenderung
memusatkan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut struktur sosial
dan budaya. Sementara teori-teori behavioral dan kognitif yang
berkembang dari psikologi dan ilmu-ilmu pengetahuan behavioralis
lainnya, cenderung memusatkan pengamatannya pada diri manusia secara
individual. Salah satu konsep pemikirannya yang terkenal adalah tentang
model ”S-R” (stimulus-respon) yang menggambarkan proses informasi antara
”stimulus”(rangsangan) dan ”response” (tanggapan.
Teori-teori ”behavioral dan cognitive” juga mengutamakan
”variabel-analytic” (analisis variabel). Analisis ini pada dasarnya
merupakan upaya mengidentifikasikan variabel-variabel kognitif yang
dianggap penting, serta mencari hubungan korelasi diantara variabel.
Analisis ini juga menguraikan tentang cara-cara bagaimana
variabel-variabel proses kognitif dan informasi menyebabkan atau
menghasilkan tingkah laku tertentu.
Komunikasi, menurut pandangan teori ini, dianggap sebagai manifestasi
dari tingkahlaku, proses berpikir, dan fungsi ”bio-neural” dari
individu. Oleh karenanya, variabel-variabel penentu yang memegang
peranan penting terhadap sarana kognisi seseorang (termasuk bahasa)
biasanya berada di luar kontrol dan kesadaran orang tersebut.
3. Teori-teori Konvensional dan Interaksional
Teori-teori ini berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu
proses interaksi yang membangun, memelihara serta mengubah
kebiasaan-kebiasaan tertentu, termasuk dalam hal ini bahasa dan
simbol-simbol. Kommunikasi, menurut teori ini, dianggap sebagai alat
perekat masyarakat (the glue of society). Kelompok teori ini berkembang
dari aliran pendekatan ”interaksionisme simbolis” (smbolic
interactionisme) sosiologi dan filsafat bahasa ordiner. Bagi kalangan
pendukung teori-teori ini, pengetahuan dapat ditemukan melalui metode
interpretasi.
Berbeda dengan teori-teori strukturalis yang memandang struktur sosial
sebagai penentu, teori-teori interaksional dan konvensional melihat
struktur sosial sebagai p[roduk dari interaksi. Fokus pengamatan
teori-teori ini tidak terhadap struktur tetapi tentang bagaimana bahasa
dipergunakan untuk membentuk struktur sosial, serta bagaimana bahasa dan
simbol-simbol lainnya direproduksi, dipelihara serta diubah dalam
penggunaannya. Makna, menurut pandangan kelompok teori ini, tidak
merupakan suatu kesatuan objektif yang ditransfer melalui komunikasi,
tetapi muncul dari dan diciptakan melalui interaksi. Dengan kata lain,
makna merupakan produk dari interaksi.
Menurut teori-teori interaksional dan konvensional, makna pada dasarnya
merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh
karena itu, makna dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke
konteks serta dari satu kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan
demikian sifat objektivitas ndari makna adalah relatif dan temporer.
4. Teori-teori Kritis dan Interpretif
Kelompok teori yang keempat adalah kelompok teori-teori kritis dan
interpretif. Gagasan-gagasannya banyak berasal dari berbagai tradisi
seperti sosiologi interpretif, pemikiran Max Weber, phenomenology dan
hermeneutics, Marxisme dan aliran ”Frankfurt school”, serta berbagai
pendekatan tekstual seperti teori-teori retorika, ”biblical” dan
kesusasteraan. Pendekatan kelompok teori ini terutama sekali populer di
negara-negara Eropa.
Meskipun ada beberapa perbedaan di antara teori-teori yang termasuk
dalam kelompok ini, namun terdapat dua karakteristik umum. Pertama,
penekanan terhadap peran subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman
individual. Kedua, makana atau ”meaning” merupakan konsep kunci dalam
teori-teori ini. Pengalaman dipandang sebagai ”meaning centered” atau
dasar pemahaman makna. Dengan memahami makna dari suatu pengalaman,
seseorang akan menjadi sadar akan kehidupan dirinya. Dalam hal ini
bahasa menjadi konsep sentral karena bahasa dipandang sebagai kekuatan
yang mengemudikan pengalaman manusia.
Disamping persamaan umum, juga terdapat perbedaan yang mendasar antara
teori-teori interpretif dan teori-teori kritis dalam hal pendekatannya.
Pendekatan teori interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat
preskriptif dan keputusan-keputusan absolut tentang fenomena yang
diamati. Pengamatan (observations) menurut teori interpretif, hanyalah
sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif. Sementara teori-teori kritis
(critical theories) lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan
yang absolut, preskriptif dan juga politis sifatnya.
Teori-teori Kontekstual
Berdasarkan konteks atau tingkatan analisisnya, teori-teori komunikasi
dapat dibagi dalam lima konteks atau tingkatan sebagai berikut:
- Intrapersonal comunicattion (komunikasi intra-pribadi
- Interpersonal comunicattion (komunikasi antar pribadi)
- Group comunicattion (komunikasi kelompok)
- Organizational communication (komunikasi organisasi)
- Mass communication (komunikasi masa)
Intrapersonal
comunication adalah proses komunikasi yang terjadi dalam diri
seseorang. Yang jadi pusat perhatian di sini adalah bagaimana jalannya
proses pengolahan informasi yang dialami seseorang melalui sistem syaraf
dan inderanya. Teori-teori komunikasi intra pribadi umumnya membahas
mengenai proses pemahaman, ingatan, dan interprestasi terhadap
simbol-simbol yang ditangkap melalui pancaindera.
Interpersonal
comunicattion (komunikasi antar pribadi) adalah komunikasi antar
perorangan dan bersifat pribadi baik yang terjadi secara langsung (tanpa
medium) ataupun tidak langsung (melalui medium). Teori-teori komunikasi
antarpribadi umumnya memfokuskan pengamatannya pada bentuk-bentuk dan
sifat hubungan, percakan, interaksi, dan karakteristik komunikator.
Group
comunicattion (komunikasi kelompok) memfokuskan pembahasannya pada
interaksi diantara orang-orang dalam kelompok kecil. Komunikasi kelompok
juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Teori-teori antar kelompok
antara lain membahas tentang dinamika kelompok, efisiensi dan
efektifitas penyampaian informasi dalam kelompok, pola dan bentuk
interaksi, serta pembuatan keputusan.
Organizational
communication (komunikasi organisasi) menunjuk pada pola dan bentuk
komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan organisasi.
Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi formal dan
informal, serta bentuk bentuk komunikasi antar pribadi dan komunikasi
kelompok. Pembahasan teori-teori komunikasi organisasi antara lain
menyangkut struktur dab fungsi organisasi, hubungan antar manusia,
komunikasi dan proses pengorganisasian, serta kebudayaan organisasi.
Mass
communication (komunikasi masa) adalah komunikasi melalui media massa
yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang besar. Proses komunikasi
massa melibatkan aspek-aspek komunikasi intra pribadi, komunikasi
antarpribadi, komunikasi kelompok dan komunikasi organisasi. Teori-teori
komunikasi massa umumnya memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang
menyangkut struktur media, hubungan media dan masyarakat, hubungan antar
media dan khalayak, aspek-aspek budaya dari komunikasi massa, serta
dampak atau hasil komunikasi massa terhadap individu.