Perencanaan komunikasi
PERENCANAAN KOMUNIKASI
Istilah Komunikasi
Sosial dan Pembangunan sesungguhnya merupakan gabungan dari dua istilah, yakni Komunikasi
Sosial dan. Komunikasi Pembangunan. Secara substansial, kedua
istilah tersebut tidak mengandung perbedaan. Artinya, materi bahasan yang
terkandung di dalamnya sama-sama berbicara tentang bagaimana komunikasi harus
dilakukan, sehingga berperan sebagai penunjang pelaksanaan program-program pembangunan
dalam rangkan menciptakan perubahan pada suatu sistem sosial, yakni perubahan
sosial (social changes).
Secara teoretis,
pembangunan merupakan upaya untuk menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang
lebih baik, sehingga program-program pembangunan yang dicanangkan senantiasa
bersifat ide-ide pembaruan (inovasi), baik yang berupa fisik maupun
nonfisik. Program pembangunan yang bersifat fisik, misalnya berupa pembangunan
infrastruktur, sedangkan program pembangunan yang brsifat nonfisik misalnya pembangunan
suprastruktur dan pemberdayaan manusia (sumber daya manusia).
Oleh karena itu, proses
komunikasi pembangunan dan/atau komunikasi sosial selalui ditandai dan dimulai
dengan aktivitas difusi inovasi yang dilanjutkan dengan aktivitas
pembangunan masyarakat (community development) dengan tujuan agar
pelaksanaan program-program pembangunan tersebut benar-benar berdampak positif
terhadap masyarakat yang menjadi sasarannya.
Sehubungan dengan
hal-hal di atas, untuk dapat memiliki pemahaman tentang komunikasi sosial dan
pembangunan (komunikasi pembangunan) secara sistematis dan komprehensip, kita
perlu memilki pemahahaman awal tentang konsep-konsep: sistem sosial, perubahan
sosial, difusi, inovasi, pembangunan, dan komunikasi
pembangunan itu sendiri.
SISTEM
SOSIAL
Dalam proses komunikasi
pembangunan, sistem sosial merupakan target atau sasaran dari perubahan yang
akan diciptakan. Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit
yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan
masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari
subsitem-subsistem sosial yang dalam konteks tertentu dapat pula menjadi sistem
tersendiri (sitem sosial tersendiri). Ditinjau dari luas lingkupnya, sistem
sosial dapat berupa sistem yang sangat besar, misalnya sebuah bangsa, sebuah
komunitas budaya, komunitas sosial, dan masyarakat. Namun demikian, sistem
sosial dapat pula berupa kumpulan unit manusia dalam skala kecil, misalnya
organisasi dan kelompok.
PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial adalah
proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial.
Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang
diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial
biasa tediri dari tiga tahap:
1.
Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2.
Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem
sosial.
3. Konsekuensi, yakni
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat
pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau
penolakan ide baru itu mempunyai akibat.
Jenis-jenis Perubahan
Sosial
Salah satu cara untuk
mengidentifikasi jenis-jenis perubahan sosial yang terjadi adalah dengan
mencermati dari mana sumber terjadinya perubahan itu. Jika perubahan itu
bersumber dari dalam sistem sosial itu sendiri, perubahan yang terjadi disebut perubahan
imanen. Sedangkan jika sumbernya ide baru itu berasal dari luar sistem
sosial, disebut perubahan kontak.
Perubahan imanen
terjadi jika anggota sistem sosial menciptakan dan mengembangkan ide baru
dengan sedikit atau tanpa pengaruh sama sekali dari pihak luar dan kemudian ide
baru itu menyebar ke seluruh sistem sosial.
Perubahan kontak
terjadi jika sumber dari luar sistem sosial memperkenalkan ide baru ke dalam
suatu sistem sosial. Dengan demikian, perubahan kontak merupakan gejala
“antarsistem”. Ada dua macam perubahan kontak, yaitu perubahan kontak
selektif dan perubahan kontak terarah. Perbedaan perubahan tersebut
tergantung dari mana kita mengamati datangnya kebutuhan untuk berubah itu, dari
dalamkah atau dari luar sistem sosial.
Perubahan kontak
selektif terjadi jika anggota sistem sosial terbuka pada pengaruh dari luar
(bersikap kosmopolitan) pada pengaruh dari luar dan menerima atau menolak ide
baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan sendiri (felt-needs).
Perubahan kontak terarah atau
perubahan
terencana (planned changes) adalah perubahan yang disengaja dengan
adanya orang luar atau sebagian anggota sitem sosial yang bertindak sebagai
agen pembaru (agent of changes) yang secara intensifberusaha
memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
lembaga dari luar.
Ditinjau dari cakupan
sasarannya, perubahan sosial dapat berupa perubahan dalam tataran mikro dan
tataran makro. Perubahan yang terjadi dalam tataran mikro adalah perubahan yang
terjadi dalam level individual, ketika seseorang menerima atau menolak inovasi,
sehingga berdampak pada perilaku orang tersebut, baik secara kognitif, afektif,
maupun psikomotorik. Perubahan yang terjadi dalam tataran makro adalah
perubahan pada level sistem sosial, ketika dalam sistem sosial terjadi struktur
dan fungsi sistem sosial.
KOMUNIKASI DAN
PERUBAHAN SOSIAL
Komunikasi merupakan
unsur yang sangat penting dalam proses perubahan sosial. Kita sama-sama paham,
secara sederhana komunikasi adalah proses di mana pesan-pesan dioperkan dari
sumber kepada penerima, baik secara langsung maupun melalui media tertentu.
Dalam proses perubahan sosial, pesan-pesan yang terkandung dan dioperkan oleh
sumber kepada penerima itu berupa ide-ide pembaruan atau inovasi. Oleh karena
itu, komunikasi yang digunakan untuk menciptakan perubahan sosial dikenal
dengan istilah komunikasi sosial atau komunikasi pembangunan.
Salah satu tipe
komunikasi sosial/komonikasi pembangunan yang paling menonjol adalah difusi.
Difusi merupakan proses dimana inovasi tersebar ke dalam sistem sosial. Oleh
karen itu, difusi dipandang sebagai kajian komunikasi tersendiri yang
memokuskan telaahan tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
Unsur-unsur Difusi
Difusi sebagai sebuah
proses penyebaran ide baru dapat terjadi jika ada (1) inovasi yang (2)
dikomunikasikan memlalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu,
kepada (4) anggota suatu sitem sosial.
Inovasi adalah gagasan,
tindakan atau barang yang dianggap abru oleh seseorang di mana kebaruannya itu
bersifat relatif. Suatu gagasan dapat dianggap sebagai sebuah inovasi oleh anggota
sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat dianggap bukan inovasi oleh anggota
sistem sosial lainnya.
Saluran komunikasi
dalam proses difusi dapat berupa media massa atau media interpersonal. Jangka
waktu adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses penyebaran
inovasi dan proses pengambilan keputusan adopsi oleh anggota sistem sosial.
Kecepatan adopsi oleh anggota sistem sosial tergantung pada tingkat
keinovatifan anggota sistem sosial serta ciri karakteristik inovasi yang
ditawarkan dalam pandangan anggota sistem sosial.
Ciri
karakteristik atau sifat inovasi terdiri dari:
1. Keuntungan Relatif (Relative
Advantage)
2. Kompatibilitas (Compatibility)
3. Kompleksitas
(Complexity)
4. Trialabilitas (Trialability)
5. Obsevabilitas (Observability)
Tingkat keinovatifan
anggota sistem sosial disebut kategori adopter terdiri dari:
Inovator, adopter
pemula, mayoritas awal, mayoritas akhir, dan laggard.
Dipahami ada empat (4) elemen utama Perencanaan, yaitu :
1. Tujuan (Objective). Kondisi masa
depan yang akan dicapai.
2. Aksi (Action). Serangkaian
kegiatan yang yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
3. Sumber Daya (Resouces). Hal-hal
yang dibutuhkan dalam melaksakan aksi.
4. Pelaksanaan (Implementation). Tata cara dan arah
pelaksanaan kegiatan.
Pada proses perencanaan tersebut, dampak ataupun akibat yang
dihasilkan sangat bergantung pada ke-empat elemen perencanaan. Dalam proses
perencanaan tersebut, peran komunikasi merupakan ketrampilan penting yang harus
dimiliki oleh para manager. Karenanya dapat dikatakan pula bahwa perencanaan
komunikasi meliputi fungsi-fungsi manajemen , yaitu :
1. Merencanakan (Planning).
2. Mengadakan (Organizing).
3. Mengutamakan (Leading).
4. Mengawasi (Controlling).
Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi adalah:
Komunikator : orang yang menyampaikan pesan
Pesan : ide atau informasi yang disampaikan
Media : sarana komunikasi
Komunikan : audience, pihak yang menerima pesan
Umpan Balik : respon dari komunikan terhadap pesan yang
diterimanya
Dalam kehidupan nyata mungkin ada
yang menyampaikan pesan/ide (encoding) yang merupakan hasil pengolahan ide
(stimulus) berdasarkan kesan (perception) dan penerjemahan (interpretation) si
penyampai ; ada yang menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri;
ada media (transmission through a channel) dan tentu ada respon berupa
tanggapan terhadap pesan (feedback).
Skema Proses Komunikasi
Dari skema proses komunikasi diatas, untuk menunjang
keberhasilan perencanaan komunikasi dapat dilihat Kesan (Perception) sebagai
inti komunikasi. Kesan adalah nuansa rasa manusia kepada obyek tertentu. Kita
terkesan, karena ada sesuatu yang menarik dari obyek tersebut. Obyek tersebut
bisa berupa barang atau orang. Kita bisa terkesan kepada orang karena
bermacam-macam; bisa karena wajah cantiknya, tampan, berkumis; bisa karena
kata-katanya, karena janjinya, dan sebagainya. Membuat kesan yang baik, berarti
kita harus berbuat dan bersikap tertentu yang membuat agar orang lain tertarik.
Dapat dikatakan bahwa kesan/persepsi merupakan inti komunikasi.
Menurut Rudolp F.Verdeber dalam buku, Communicate,
1978, kesan atau persepsi dapat didefinikan sebagai interpretasi bermakna
atas sensasi sebagai representatif obyek eksternal. Proses menafsirkan
informasi Indrawi. Jika persepsi kita tidak akurat kita tidak munglkin bisa
berkomunikasi secara efektif.
Proses mencapai kesepakatan (Sharing of meaning),
lazimnya berlangsung secara bertahap. Karena itu, lebih awal kita perlu
memperhatikan 5 (lima) sasaran pokok dalam proses komunikasi, yaitu:
1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita
katakan (atau melihat apa
yang kita tunjukkan kepada mereka)
2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar
atau lihat
3. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka
dengar (atau tidak
menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman
yang benar)
4. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai
dengan maksud kita dan
maksud kita bisa mereka terima
5. Memperoleh umpan balik dari pendengar
Di samping itu, masih ada faktor lain yang juga penting dalam
proses komunikasi, yakni: Gangguan (noise) yakni faktor-faktor
eksternal (media/saluran komunikasi) maupun internal (psikologis) yang dapat
mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi.
PERKEMBANGAN PARADIGMA
PERENCANAAN
1) Basic financial
planning: mencari/mengembangkan kontroloperasional yang lebih baik melalui
budgeting yang sesuai.
2) Forecast-based
planning: mencari/mengembangkan model perencanaan yang lebih baik bagi pertumbuhan
dengan cara mencoba memprediksi setelah satu tahun ke depan.
3) Externally
oriented planning: senantiasa meningkatkan derajad responsiveness terhadap
perubahan pasar dan competitor dengan cara berfikir strategis.
4) Strategic
management: mengembangkan model pengelolaan terhadap resources yang ada
untuk mendapatkan keuntungan yang kompetitif, sekaligus membuka peluang untuk
masa selanjutnya.
TUNTUTAN PERUBAHAN
PARADIGMA
1) Kompleksitas
kebutuhan dan keinginan stake-holder, serta perubahan kebutuhan konsumen/user
yang berkembang dengan pesat.
2) Persaingan yang
semakin ketat di antara para kompetitor.
3) Munculnya kesadaran
bahwa konsumen/klien dan para user yang lain merupakan bagian yang tak
terpisahkan dengan eksistensi lembaga/institusi yang bersangkutan.
MANAJEMEN
STRATEGIS
1) Adalah serangkaian
keputusan dan aksi/tindakan yang tersusun dalam rumusan perencanaan dan
implementasinya, yang dirancang untuk mencapai tujuan lembaga/institusi yang
bersangkutan.
2) Manajemen strategis,
secara khusus, memusatkan perhatiannya pada analisis masalah peluang yang
tersedia pada tingkatan manajerial. Manajemen strategis berkaitan langsung
dengan kelangsungan hidup sebuah lembaga/organisasi/institusi.
CIRI MANAJEMEN
STRATEGIS
1) Langka: keputusan
sstrategis biasanya tidak umum dan tidak mempunyai preseden yang bisa diikuti.
2) Konsekuensial:
keputusan strategis membutuhkan resource yang memadai dan menuntut komitmen
yang tinggi
3) Percursive:
keputusan strategis menciptakan kondisi dimana tidak ada lagi banyak kebijakan
tetapi lebih banyak aksi.
TAHAPAN PROSES
PERENCANAAN
1) Formulasi misi
lembaga: pernyataan umum tentang tujuan, filosofi dan alasan
berdirinya/keberadaan lembaga yang bersangkutan.
2) Melakukan analisis
terhadap kondisi dan kemampuan internal lembaga (:evaluasi diri).
3) Melakukan
analisis/penilaian terhadap lingkungan eksternal lembaga, yang meliputi para
kompetitor dan faktor-faktor eksternal lainnya.
4) Mengidentifikasi
opsi-opsi alternatif, dengan mempertimbangkan existing resources dan lingkungan
eksternalnya.
5) Menganalisa dan
menyusun prioritas opsi-opsi tersebut dengan mengacu pada visi/misi lembaga dan
mempertimbangkan efektifitas dan efisiensinya dalam mencapai tujuan.
6) Memilih/merumuskan
serangkaian tujuan jangka panjang dan grand strategy yang akan diwujudkan
melalui pilihan atau opsi terpilih.
7) Menyusun tujuan
tahunan dan strategi jangka pendek yang sejalan/sesuai dengan tujuan jangka
panjang dan grand strategies yang dipilih.
8) Implementasi
opsi-opsi strategis dengan cara alokasi sumber keuangan, sesuai dengan tugas,
orang, struktur teknologi dan sistem reward.
9)
Mengevaluasi keberhasilan/kegagalan proses-proses strategis sebagai masukan
bagi pembuatan keputusan berikutnya.
Partisipasi
sosial dan peran komunikasi
TERM pembangunan
selama ini dipenuhi tarikmenarik antara masyarakat dengan pemerintah dalam
menempatkan subjek di dalamnya. Pada masa lalu pemerintah menempatkan diri
sebagai policy maker yang amat sentralistik dan masyarakat disubordinasikan
dengan argumentasi stabilitas dan kelancaran prosesnya. Namun sejak paradigma
pembangunan partisipatif menguat dalam wacana publik telah menyadarkan perlunya
kesepahaman dan kesederajatan antara masyarakat dengan pemerintah sehingga
menempatkan masyarakat tidak saja sebagai subjek namun sekaligus mitra
pemerintah. Untuk mempertemukan keduanya maka dibutuhkan peran komunikasi
sebagai instrumen mediasi agar pembangunan tetap berlangsung dalam kontrol
bersama, seperti dalam kasus rencana pembangunan PLTN Muria.
Partisipasi sosial Pembangunan
sering dimengerti sebagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan
kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan bernegara. Pemerintah seolah
memiliki hak paten untuk terus memproduksi pembangunan dengan segala varian di
dalamnya.
Begitu kuat wacana tentang
pembangunan sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan yang hanya dapat berjalan
lancar dan cepat apabila diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Akibatnya,
pemerintah dianggap sebagai “panglima” yang dapat memerintahkan dan membuat apa
pun kebijakan yang harus dilakukan dalam pembangunan.
Sikap kritis dan korektif
masyarakat tidak memperoleh porsi seimbang karena dianggap menghambat laju
pembangunan yang sedang didesain pemerintah.
Model topdown development
semacam ini nyata-nyata telah gagal menghasilkan pembangunan yang menyentuh
sense of belonging masyarakat di dalamnya.
Terbukti lahir pembangunan
yang menciptakan keterasingan sosial, nir partisipasi, kesenjangan antara
daerah, oligharkhisme ekonomi, dan pada akhirnya mengkristal dalam wujud
pembangunan yang jauh dari humanisme.
Bahkan masyarakat kemudian
memandang setiap pembangunan hanya akan mengorbankan kepemilikan masyarakat
(terutama kaum subaltern/ pinggiran) demi pembangunan itu sendiri. Evaluasi
negatif atas pembangunan demikian masih tersisa dalam perasaan skeptis bahkan
menjadi apatis masyarakat yang dituangkan dalam bentuk penolakan,
pembangkangan, dan ketidakpercayaan terhadap proses pembangunan yang bakal
dijalankan pemerintah.
Contoh, penolakan sebagian
warga yang terkena pembangunan Tol Semarang-Solo, penolakan atas PLTN Muria,
serta pemblokiran jalan umum oleh warga belakangan ini. Oleh karenanya perlu
dikembalikan pada konsepsi pembangunan menurut Everett M Rogers (1995: 127)
bahwa “pembangunan diterjemahkan sebagai sebuah proses partisipasi yang luas
(masyarakat) dalam perubahan sosial yang mempunyai tujuan membawa kemajuan
ekonomi dan sosial untuk keuntungan sebagian besar masyarakat, dengan tetap
memperhatikan lingkungannya”. Lalu pertanyaannya, siapakah yang lebih
diuntungkan oleh pembangunan?
Pembangunan juga dipahami
berkaitan dengan perubahan sosial, yang artinya pembangunan sebagai entitas
yang diserahkan masyarakat kepada pemerintah akan selalu bersentuhan dengan
keberadaan masyarakat di dalamnya.
Dalam
hal ini pembangunan ternyata membutuhkan partisipasi masyarakat baik sebagai
stakeholders maupun subjek yang telah mempercayakan proses pembangunan pada
pemerintah.
Oleh sebab itu muncul
pembangunan partisipatif sebagai paradigma baru yang seharusnya dianut
pemerintah ketika berharap pembangunan betul-betul memperoleh dukungan
masyarakat yang favourable. Pembangunan sudah semestinya ditempatkan kembali
sebagai common interest antara masyarakat dengan pemerintah, seperti halnya
rencana pembangunan PLTN Muria tersebut.
Partisipasi sosial adalah
wujud rasa handarbeni meskipun sebatas sikap kritis dan konstruktif terhadap
setiap kebijakan pembangunan dari pemerintah. Apalagi ketika pembangunan
dijadikan bagian dari upaya pemberdayaan msyarakat, maka perlu mengacu pada
gagasan Suparjan (2003: 19) tentang pemberdayaan masyarakat adalah “proses
perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan dan
masyarakat lokal”.
Partisipasi sosial bukan
lagi sekadar sikap diam dan menyerahkan sepenuhnya proses pembangunan kepada
pelaku, namun bagaimana masyarakat dapat mengikuti sejak perencanaan, kontrol
terhadap proses bahkan evaluasi terhadap hasil pembangunan dalam suasana
demokratis, terbuka dan linier antara masyarakat dengan pemerintah. Sebab, apa
pun konsekuensi dari pembangunan tersebut akan kembali pada masyarakat
sekitarnya. Kesadaran masyarakat dapat muncul ketika pembangunan diposisikan
sebagai entitas yang terbuka, korektif, dan sesuatu yang bersifat komunikatif.
Artinya pembangunan
tersebut dapat dibicarakan secara dialogis antara masyarakat dengan pemerintah
sebagai policy maker, sehingga masyarakat merasa dimanusiakan dalam setiap
tahapan proses pembangunan. Kemudian biasanya masyarakat akan menomorduakan
pengorbanan, ekses dan keuntungan lantaran diserahkan untuk adagium kepentingan
umum dan kemajuan masyarakat.
Peran komunikasi Keselarasan
antara masyarakat dengan pemerintah yang sedang menjalankan program pembangunan
lebih mudah direalisasikan apabila terdapat kehadiran komunikasi pembangunan.
Pembangunan yang sebenarnya memiliki tujuan mulia dapat dikemas ke dalam
pesan-pesan komunikasi yang perlu dimengerti, dipahami dan bahkan menjadi
konsensus meskipun harus melewati proses tarik menarik bahkan konflik pada saat
dikomunikasikan dengan masyarakat.
Adapun fungsi komunikasi
pembangunan menurut F Rosario Breid (Muis; 2000: 215-219) adalah “sebagai
katalisator, fasilitator, dan penghubung/mediator yang bebas antara rakyat
dengan para penentu kebijakan dalam pembangunan. Oleh karena komunikasi
pembangunan tidak dapat tidak harus memakai model horisontal, dua arah,
simetris, dan demokratis”.
Komunikasi telah menjadi
bagian strategis yang perlu dicantumkan dalam setiap perencanaan pembangunan
yang bersifat partisipatif. Ketidakpercayaan, penolakan, dan kebuntuan relasi
antara pemerintah dengan masyarakat dalam memperbincangkan program pembangunan
dapat difasilitasi keberadaan komunikasi sebagai aktivitas yang menjembatani
interaksi di antara keduanya.
Pada akhirnya pembangunan
yang membutuhkan partisipasi sosial melalui peran komunikasi harus
diaksentuasikan sesuai teori pembangunan partisipatif dari Chambers (1992),
yakni, “pelaku pembangunan dilibatkan dalam seluruh proses pembangunan mulai
dari identifikasi kebutuhan serta analisis masalah, perencanaan, pelaksanaan,
monitoring, serta evaluasi”. Dan untuk mewujudkannya perlu menempatkan berbagai
pihak di tengah masyarakat sebagai sarana mengakomodasi aspirasi sekaligus
mendukung upaya pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari aktor pembangunan
melalui komunikasi dialogis antara masyarakat dengan pengambil keputusan dalam
proses pembangunan tersebut. hf
Muchamad
Yuliyanto Staf pengajar Komunikasi FISIP Undip, peminat komunikasi
pembangunan, alumnus pascasarjana UNS
Suakarta
PERENCANAAN
KOMUNIKASI DALAM MENSOSIALISASIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN
Oleh: Dadang Sugiana
I. LATAR BELAKANG
1. Kegagalan maupun
keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan infrastruktur dari aspek
sosial terletak pada penolakan dan penerimaan masyarakat sasaran terhadap ide
pembangunan yang ditawarkan serta produk yang dihasilkan. Apabila masyarakat
menolak ide dan produk pembangunan berarti program pembangunan tersebut gagal,
sebaliknya jika mereka menerima maka program pembangunan itu dinilai berhasil.
Penolakan dan penerimaan masyarakat terhadap ide yang ditawarkan dan produk
pembangunan yang dihasilkan akan sangat mempengaruhi tingkat partisipasi mereka
dalam proses implementasi program maupun pascaproduksinya. Tingkat partisipasi
masyarakat tersebut merupakan indikator yang menunjukkan rasa kebutuhan dan
rasa memiliki mereka terhadap produk pembangunan yang dihasilkan. Dengan
demikian, penemuan, ide, dan program pembangunan sebaik apapun tidak akan
mengubah sikap dan perilaku masyarakat sebagaimana diharapkan oleh pemerintah.
2. Setiap ide dan
program pembangunan, secara teoretis, harus dipandang sebagai sebuah upaya
pembaruan (inovasi), baik secara teknis maupun sosial. Oleh karena itu, langkah
awal untuk mewujudkan penerimaan dan tingkat partisipasi masyarakat secara
optimal yang perlu dilakukan adalah upaya-upaya yang mengarah pada perubahan
pengetahuan, sikap mental, dan perilaku masyarakat ke arah yang dikehendaki
oleh otoritas penyelenggaraan program pembangunan (pemerintah). Secara konsesional,
langkah-langkah itu disebut difusi inovasi (penyebaran ide-ide baru), yang
dalam bahasa politik dikenal dengan istilah sosialisasi.
3. Sosialisasi program
atau difusi inovasi merupakan bentuk kegiatan komunikasi sosial atau komunikasi
pembangunan. Keefektifan komunikasi pembangunan (dalam arti menghasilkan efek
positif), jelas memerlukan perencanaan atau disain program yang benar, baik
dalam tataran strategis, taktis, maupun teknis operasionalnya. Perencanaan
komunikasi merupakan sebuah keharusan dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan itu sendiri. Perencaan
komunikasi (communication planning) yang pertama kali harus dibuat
adalah perencanaan yang bersifat strategis, yang nantinya akan menjadi dokumen
dan panduan dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan komunikasi pembangunan
(sosialisasi) dalam tataran taktis dan teknis operasional.
4. Penyusunan
perecanaan komunikasi pembangunan (development communication) memerlukan
kajian ilmiah tentang kondisi-kondisi ideal dan kondisi-kondisi objektif yang
berkaitan dengan sumberdaya komunikasi yang relevan dengan kepentingan dan
tujuan proses komunikasi (sosialisasi) yang akan dilakukan. Sumberdaya
komunikasi yang perlu diidentifikasi di antaranya menyangkut unsur-unsur proses
komunikasi,
mulai
dari khalayak sasaran komunikasi atau komunikan (receivers atau communicatee),
pesan-pesan yang akan disampaikan (messages), saluaran komunikasi yang
akan digunakan (channel atau media), sampai pada sumber atau
penyampai pesannya (source atau communicators). Atas dasar kajian
analitis terhadap unsur-unsur proses komunikasi tersebut, selanjutnya dapat
ditentukan model komunikasi dan strategi komunikasi seperti apa yang perlu
digunakan sebagai landasan atau panduan pelaksanaan proses komunikasi yang akan
dilakukan.
II. KONSEP AKADEMIS
TENTANG SOSIALISASI
1.
Konsep Dasar Sosialisasi
Sosialisasi merupakan
aktivitas komunikasi yang bertujuan untuk menciptakan perubahan pengetahuan,
sikap mental, dan perilaku khalayak sasaran terhadap ide pembaruan (inovasi)
yang ditawarkan. Oleh karena itu, proses sosialisasi sama dengan komunikasi
pembangunan yang substansi pesannya berupa ide-ide pembaruan atau inovasi, baik
inovasi teknologi maupun inovasi sosial. Konsep komunikasi pembangunan yang
demikian disebut Komunikasi Inovasi (Communication of Innovation) yang
titik beratnya terletak pada upaya menyebarkan inovasi (difussion of
innovation) ke dalam sistem sosial (masyarakat) sasaran agar terjadi
penerimaan atau adopsi terhadap inovasi yang ditawarkan (Rogers dan Shoemaker,
1987).
Tindakan adopsi atau
rejeksi inovasi oleh sistem sosial akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi
logis dalam bentuk sikap dan perilaku khalayak pada tahap implementasi program
pembangunan yang dicanangkan. Dengan kata lain, target akhir yang harus dicapai
dalam kegiatan komunikasi inovasi adalah terjadinya perubahan sosial. Perubahan
sosial adalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem
sosial. Struktur sistem sosial terdiri dari berbagai status individu dan status
kelompok yang teratur. Berfungsinya struktur status-status itu merupakan
seperangkat peran atau perilaku nyata seseorang dalam status tertentu. Status
dan peran ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain saling mempengaruhi.
Fungsi sosial dan struktur sosial berhubungan sangat erat dan saling
mempengaruhi. Dalam proses perubahan sosial, jika salah satu berubah maka yang
lain akan berubah pula. Dengan demikian, sasaran utama proses perubahan sosial
(proses komunikasi inovasi atau komunikasi pembangunan) adalah anggota sistem
sosial. Dilihat dari ukurannya, sistem sosial itu sendiri ada yang besar,
misalnya negara, provinsi, kabupaten/kota, ada pula yang kecil, misalnya
kelompok.
Proses perubahan sosial
terdiri dari tiga tahap: (1) invensi, yaitu proses dimana ide-ide baru
diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, yakni proses ide-ide baru itu
dikomunikasikan ke dalam sistem sosial, dan (3) konsekuensi, adalah
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadpsian
atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide
baru itu mempunyai akibat. Dengan demikian dapat disimpulkan, perubahan sosial
adalah akibat dari komunikasi sosial atau komunikasi pembangunan. Atas dasar
konsepsi itulah maka proses sosialisasi merupakan proses lanjutan dari proses
invensi. Dalam
konteks
pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan, proses invensi telah terjadi,
yakni dengan telah dicanangkannya program pembangunan rumah susun oleh
pemerintah. Masalahnya adalah bagaimana menyosialisasikannya agar program
tersebut mehasilkan konsekuensi positif sesuai dengan yang diharapkan.
2. Jenis-jenis
Perubahan Sosial
Salah satu yang paling
tepat untuk memahami perubahan sosial adalah dengan cara memahami dari mana
sumber terjadinya perubahan itu. Jika sumber perubahan itu dari dalam sistem
sosial sendiri, perubahan itu disebut perubahan imanen, sedangkan jika
dari luar sistem disebut perubahan kontak. Dalam konteks program
pembangunan rumah susun, jelas bahwa perubahan yang akan dan harus diciptakan
adalah perubahan kontak. Terdapat dua jenis perubahan kontak: perubahan
kontak selektif dan perubahan kontak terarah. Perubahan kontak
selektif terjadi jika anggota sosial terbuka pada pengaruh dari luar dan
menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan (felt-needs).
Perubahan kontak terarah atau perubahan terencana adalah perubahan yang
disengaja dengan adanya pihak luar atau sebagian anggota sistem sosial yang
bertindak sebagai agen pembaru (change of agent) yang secara intensif
berusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh lembaga dari luar sistems sosial yang bersangkutan. Dalam
konteks pembangunan rumah susun ini perubahan kontak yang akan diciptakan lebih
bertitik berat pada perubahan kontak terarah, sehingga pasti memerlukan
rancangan strategi komunikasinya.
Apabila perubahan itu
dipandang dari sudut unit adopsi (khalayak sasaran perubahan) yakni anggota
sistem sosial, maka ada dua macam perubahan yaitu perubahan individual dan
perubahan sistem sosial. Perubahan individual terjadi jika seseorang yang
bertindak sebagai individu mengadopsi atau menolak inovasi. Perubahan pada
level ini tergolong pada perubahan mikro, yang di dalamnya berkembang
konsep/istilah pembangunan seperti: modernisasi, akulturasi, adopsi, belajar atau
sosialisasi. Sementara itu, perubahan pada level sistem sosial (perubahan
sosial) dikenal sebagai perubahan makro, yang di dalamnya berkembang
konsep-konsep seperti: pembangunan, sosialisasi, integrasi atau adaptasi.
3. Keputusan Inovasi
Perubahan sosial yang
terjadi pada sistem sosial pada dasarnya merupakan konsekuensi dari pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh anggota sistem sosial. Keputusan inovasi tersebut
dapat berbentuk keputusan otoritas maupun keputusan individual.
Keputusan otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh
individu yang berada dalam posisi atasan. Sementara itu, keputusan individual
adalh keputusan individu di mana individu yang bersangkutan ambil bagian dalam
proses
pembuatan keputusannya. Ada dua macam keputusan individual, yaitu: (1)
keputusan opsional dan (2) keputusan kolektif. Keputusan opsional
adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan-keputusan
yang dibuat oleh anggota sistem sosial yang lainnya, sedangkan keputusan
kolektif adalah keputusan yang dibuat oleh individu-individu yang ada dalam
sistem sosial melalui konsensus.
Dalam konteks
sosialisasi program pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan, keputusan
inovasi yang harus diwujudkan tampaknya lebih merupakan keputusan individual,
baik keputusan opsional maupun keputusan kolektif.
4. Paradigma Keputusan
Inovasi
Paradigma atau model
proses komunikasi yang diperlukan untuk menciptakan keputusan-keputusan inovasi
dalam upaya meciptakan perubahan sosial, masing-masing berbeda dan tergantung
pada keputusan jenis apa yang akan diciptakan.
TAHAPAN
KEGIATAN SOSIALISASI
Inti kegiatan
sosialisasi terletak pada upaya untuk memperkenalkan inovasi kepada khalayak
sasaran, sehingga mereka menyadari adanya inovasi dan memahami inovasi yang
dikomunikasikan. Selanjutnya diharapkan terjadinya sikap positif khalayak yang
mendorong pada pengambilan keputusan untuk menerima (mengadopsi) inovasi serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Khalayak sasaran sosialisasi prgram
baru (komunikasi inovasi) tersebut tidak lain adalah individu-individu yang
tergabung di dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial itu sendiri terdiri dari
subsistem-subsistem yang dapat berupa individu, kelompok, organisasi, massa,
komunitas, masyarakat, hingga bangsa.
Sejalan dengan konsep
proses keputusan inovasi yang telah diungkapkan di atas (lihat Gambar 1.
Paradigma Keputusan Inovasi), kegiatan komunikasi inovasi (sosialisasi)
melibatkan tiga variabel besar, yaitu: (1) Variabel Anteseden, (2) Variabel
Proses,
dan(3)VariabelKonsekuensi.
Variabel Anteseden
menunjukkan adanya beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dan dicermati
sebelum dilakukannya kegiatan komunikasi inovasi. Faktor-faktor tersebut
berkenaan dengan situasi dan kondisi khalayak sasaran, baik yang menyangkut
karakteristik sosiodemografis, karakteristik psikografis, maupun
kebutuhan-kebutuhan nyata dan kebutuhan yang dirasakan oleh khalayak sasaran
program sosialisasi pada saat sekarang dan saat yang akan datang. Selain itu,
harus dicermati pula karakteristik sistem sosial dimana khalayak sasaran
berada, yakni meliputi percermatan terhadap norma-norma dan nilai-nilai sistem
soaial yang dianut, tradisi, kebiasaan, dan budaya yang berkembang, serta unit-unit
komunikasi (forum komunikasi) yang tersedia dan biasa digunakan oleh masyarakat
pada sistem sosial yang bersangkutan untuk melakukan komunikasi sosial.
Identifikasi dan percermatan terhadap faktor-faktor tersebut dikategorikan pada
Tahap Persiapan Sosialisasi (Tahap Prasosialisasi).
Variabel Proses
menunjukkan adanya tahap-tahap komunikasi inovasi (sosialisasi) yang harus
ditempuh secara sistematis, yang terdiri dari: (1) Tahap Pengenalan, (2) Tahap
Persuasi, dan (3) Tahap Keputusan. Ketiga tahapan inilah yang merupakan inti
dari kegiatan sosialisasi (Tahap Pelaksanaan Sosialisasi).
Tujuan akhir dari tahap
pengenalan (proses memperkenalkan) inovasi adalah terciptanya rasa kesadaran (awareness)
khalayak sasaran akan adanya inovasi (ide atau program baru) yang
diperkenalkan. Mereka memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang program yang
ditawarkan, memahami bagaimana program itu berfungsi baik secara teknis maupun
secara sosial (berfungsi nyata bagi kehidupan sosial). Pada tahap ini
informasi-informasi yang berkaitan dengan inovasi mulai disebarkan kepada
khayalak sasaran, baik melalui media massa (surat kabar, siaran radio, siaran
televisi, internet) maupun melalui media nirmassa (poster, billboard,
spanduk, leaflet, booklet, brosur, selebaran, dan lain-lain)
serta media-media
interpersonal
(tokoh masyarakat, pejabat, public figure, dan sebagainya). Proses
komunikasi pada tahap pengenalan ini lebih dititikberatkan pada komunikasi yang
bersifat informatif, yakni komunikasi yang substansi dan struktur pesannya
lebih bersifat memberitahukan, memberi penjelasan kepada khalayak agar mereka
memiliki pemahaman yang memadai tentang program baru yang ditawarkan. Dengan
kata lain, sasaran perubahan perilaku yang hendak diwujudkan pada tahap
pengenalan ini adalah perilaku kognitif.
Pada Tahap Persuasi,
proses komunikasi diarahkan untuk membentuk sikap khalayak yang berupa sikap
berkenan (mau menerima) atau tidak berkenan (tidak mau menerima) terhadap
perogram baru yang diperkenalkan. Oleh karena itu, pada tahap persuasi ini
aktivitas mental khalayak yang perlu dibangkitkan adalah afektif (perasaan),
yang secara teoretis hannya akan terjadi apabila mereka sudah mengenal adanya
inovasi yang ditawarkan. Pada tahap persuasi, proses komunikasi diarahkan untuk
mendorong khalayak (orang-orang) lebih terlibat secara psikologis dengan
inovasi atau program baru yang ditawarkan dan telah dikenalnya. Secara teoretis
mereka didorong untuk aktif mencari informasi lebih lanjut mengenai inovasi
atas kesadaran dan prakarsa sendiri. Pada tahap persuasi ini ada beberapa
faktor yang harus diperhitungkan, baik dari faktor penerima (khalayak sasaran)
maupun dari faktor inovasi yang ditawarkan. Dari faktor penerima, perlu
diperhitungkan norma dan nilai sistem sosial yang dianut oleh khalayak, serta
karakteristik siodemografis dan psikologisnya. Sementara itu, dari faktor
inovasi sendiri perlu ditonjolkan ciri-ciri inovasi yang dapat dicermati secara
empirik, misalnya: keuntungan relatif, kompatibilitas, kerumitan atau
kesederhanaan inovasi, uji coba, dan contoh kongkret dan (observabilitas).
Proses komunikasi pada tahap persuasi tidak hanya mengandalkan media massa dan
media nirmassa, melainkan juga harus mengutamakan media tatap muka, seperti
penyuluhan, penerangan, konsultasi, forum diskusi, seminar, workshop,
atau yang lainnya, serta media visual seperti pameran.
Pada Tahap Keputusan,
khalayak didorong untuk menerima inovasi (adopsi) atau menolak inovasi
(rejeksi). Tentu saja, tujuan ideal proses difusi inovasi (sosialisasi) adalah
terjadinya proses penerimaan atau adpsi. Oleh karena itu, dalam merancang
kegiatan komunikasinya perlu juga diperhitungkan faktor-faktor yang dapat
menggagalkan proses adopsi selain faktor-faktor yang mendukung keputusan untuk
menerima.
Variabel Konsekuensi
merupakan faktor yang timbul sebagai akibat dari tindakan pengambilan keputusan
untuk menerima atau menolak inovasi. Jika keputusannya menerima inovasi
(adopsi) maka konsekuensinya dapat berupa tindakan nyata untuk terus mengadopsi
dan menerapkannya; atau mereka akan kecewa terhadap inovasi yang diadopsinya
dan beralih atau menggantinya dengan inovasi atau program yang lain.
Sebaliknya, jika keputusannya menolak inovasi (rejeksi), kemunkinannya ada dua:
tetap menolak atau menerima walaupun terlambat. Pengadpsian terlambat bisa jadi
disebabkan oleh tumbuhnya kesadaran, pemahaman, dan sikap positif khalayak yang
timbul belakangan sebagai akibat proses pengenalan dan proses persuasi yang
terus berlangsung secara berkesinambungan.
LANGKAH-LANGKAH
PRASOSIALISASI
Sebagaimana telah
diungkapkan, pada tahap prasosialisasi aspek penting yang harus diidentifikasi
adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan karakteristik sosiodemografis,
karakteristik psikografis, dan kebutuhan-kebutuhan nyata dan kebutuhan yang
dirasakan (real needs dan felt needs) khalayak sasaran serta
karakteristik sistem sosialnya (norma, nilai, tradisi, budaya, data mengenai
sumberdaya dan prasarana komunikasi yang tersedia, dan sebagainya. Oleh karena
itu, beberapa aktivitas yang perlu dilakukan di antaranya adalah:
Pengumpulan data,
baik data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data primer dapat ditempuh
melalui kegiatan survei, focus group discussion (FGD). Sedangkan
pengumpulan data sekunder dapat ditempuh melalui penelaahan bahan tertulis,
baik berupa dokumen maupun bahan-bahan referensi lainnya, misalnya, mempelajari
data yang tersedia di Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah Daerah, Instansi
atau Kantor Departemen/Dinas Tertentu, Laporan Penelitian, dan Buku-buku.
Analisis Kebutuhan,
yakni aktivitas untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan, sehingga
sistuasi, kondisi, dan kebutuhan nyata serta kebutuhan yang durasakan oleh
khalayak sasaran dapat diidentifikasi secara cermat dan akurat. Ketepatan dalam
menganalisis kebutuhan ini akan sangat menentukan ketepatan kita dalam
merancang strategi komunikasi yang akan dilakukan sehingga menghasilkan efek
yang sesuai dengan yang diharapkan.
Perumusan Tujuan,
yakni menetapkan hasil akhir yang akan dicapai dari kegiatan sosialisasi
(komunikasi) yang dilakukan. Perlu dirumuskan perilaku apa yang harus
diupayakan setelah proses komunikasi berlangsung. Sebagai contoh, penetapan
tujuan dapat dirumuskan sebagai berikut:
(a) Pada tahap
pengenalan, tujuan komunikasi diarahkan untuk memberikan pengetahuan
(informasi) mengenai Program Seribu Tower kepada masyarakat sehingga mereka
memiliki kesadaran dan pemahaman tentang program Seribu Tower dengan baik, baik
dari segi teknis, ekonom, hukum, maupun sosial.
(b) Pada tahap persuasi,
tujuan komunikasi diarahkan untuk membentuk sikap positif masyarakat terhadap
Program Seribu Tower sehingga mereka mau mengadopsi program tersebut.
(c) Pada Tahap
Keputusan, tujuan komunikasi diarahkan untuk mendorong masyarakat menerima
Program Seribu Tower dengan cara membeli atau berpindah tempat tinggal.
(d)
Pada Tahap Konfirmasi, tujuan komunikasi diarahkan untuk mendorong masyarakat
agar mencari informasi lebih lanjut kepada instansi/pihak yang sengaja dibentuk
oleh pihak pengelola program.
Inventarisasi
Pencapaian Tujuan, yakni menginventarisasi
sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Sumberdaya yang perlu diinventarisasi memliputi: sumber daya komunikasi (sarana
dan prasarana komunikasi, seperti: forum komunikasi yang tersedia, media
komunikasi yang tersedia, forum komunikasi yang harus disediakan, media
komunikasi yang harus diproduksi, dan lain-lain), sumberdaya ekonomi (biaya,
tenaga pelaksana, tempat, waktu, dan lain-lain), dan sumberdaya teknis (segala sesuatu
yang memudahkan proses pelaksanaan kegiatan).
Perumusan Rencana
Strategis, yakni kegiatan merancang strategi-strategi
komunikasi yang akan dilakukan. Perancangan srtategi komunikasi meliputi:
strategi khalayak, strategi pesan, strategi media, dan strategi komunikator.
Strategi khalayak adalah
proses mengidentifikasi dan mengkategorisasikan khalayak sasaran komunikasi.
Dalam hal ini perlu ditetapkan urutan prioritas kategori khalayak sasaran:
siapa yang menjadi sasaran utama (sasaran primer) dan siapa yang menjadi
sasaran antara (sasaran sekunder). Sasaran utama, misalnya, masyarakat
perkotaan yang berpenghasilan rendah, sedangkan sasaran antara adalah kelompok
orang yang memiliki otoritas dan kepemimpinan terhadap sasaran utama, misalnya:
tokoh masyarakat, pimpinan perusahaan, para pejabat, para komandan, dan
sebagainya. Setiap kelompok sasasaran ini harus benar-benar diidentifikasi
secara cermat ciri karakteristik sosiodemografis dan psikografisnya. Dalam
menentukan prioritas sasaran, tidak selalu menempatkan khalayak sasaran primer
sebagai sebagai prioritas pertama kegiatan komunikasi, melainkan dapat saling
bertukar tergantung pada situasi dan konteks komunikasnya. Untuk kegiatan
komunikasi yang memanfaatkan konteks organisasional atau kelompok (pendekatan
kelompok), maka sasaran prioritas komunikasi adalah para pemegang otoritas,
sedangkan untuk kegiatan komunikasi dalam konteks sosial (pendekatan masal)
maka sasaran prioritasnya adalah individu-individu atau khalayak sasaran utama
program.
Strategi Pesan,
adalh proses perancangan pesan yang akan disampaikan sesuai dengan kategori
khalayak yang dijadikan sasaran. Kegitan ini meliputi penyusunan struktur
pesan, format atau gaya pesan, dan imbauan pesan.
Penyusunan struktur
pesan, yakni penyusunan sistematika pesan, apakah secara
kronologis (urutan waktu kejadian), secara spasila (urutan tempat kejadian),
secara topikal (berdasarkan tema-tema bahasan), secara deduktif (dari informasi
umum ke informasi spesifik), secara induktif (dari informasi spesifik ke
informasi umum), atau secara
urutan
bermotif (motivated sequences) nyakni mengurutkan pesan berdasarkan
tujuan untuk membangkitkan perhatian (attention), membangkitkan rasa
kebutuhan (needs), memberikan jalan keluar untuk pemenuhan kebutuhan (satisfaction),
memproyeksikan gagasan kita ke masa yang akan datang dari sisi untung-rugi (visualization),
dan menegaskan tindakan yang perlu dilakukan (action). Adapun mengenai isi
atau substansi pesannya harus menyangkut program atau inivasi yang
dikomunikasikan. Sebagai contoh, untuk Program Sribu Tower (Rumah Susun
Sederhana), isi pesannya menyangkut keseluruhan aspek yang terkait dengan
program tersebut: aspek teknis, ekonomi, hukum, dan sosial, yang kesemuanya
harus memuat unsur-unsur: keuntungan relatif (relative advantage),
kompatibilitas (compatibility), kompleksitas dan kemudahan (complexity
and simplicity), dan obsevabilitas atau bukti nyata (observability).
Selain itu perlu
dirancang bagaimana format atau gaya pesannya (messages style),
apakah bergaya formal, informal, atau kombinasi di antara keduanya. Pesan
bergaya formal adalah pesan yang disusun dengan menggunakan bahasa formal/baku,
sedangkan gaya informal adalah pesan yang menggunakan bahasa populer atau
bahasa sehari-hari/bahasa gaul.
Hal lain yang perlu
dirancang dalam menetapkan strategi pesan adalah imbauan pesan (messages
appeals). Imbauan pesan dapat berupa imbauan rasional, imbauan
emosional, imbauan ganjaran, imbauan rasa takut, dan imbauan
motivasional.
Imbauan rasional adalah
pesan yang menggunakan silogisme, yakni rangkaian pengambilan kesimpulan
melewati premis major dan premis minor, dengan hubungan logika sebab akibat
(jika-maka). Pesan yang berisi imbauan rasional perlu didukung oleh data,
fakta, dan bukti-bukti empirik lainnya. Contohnya: “Sampai tahun 2006,
jumlah penduduk perkotaan di Indonesia yang belum memiliki tempat tinggal yang
layak mencapai angka 80 persen”.
Imbauan emosional
menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikan (khalayak
sasaran). Dalam hal ini pesan menggunakan bahasa yang penuh muatan emosional
untuk melukiskan situasi tertentu. Jadi, jangan mengatakan, “Sebagian besar
penduduk perkotaan di Indonesia tidak memiliki rumah tinggal,” tetapi
katakanlah, “Sebagian besar penduduk perkotaan di Indonesia biasa tidur
bergelimpangan secara menggenaskan di kolong jembatan, di
emperan
toko, dan di tempat-tempat kumuh yang rawan penyakit dan tidakan kriminal.”
Imbauan ganjaran
menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikan (khalayak sasaran) sesuatu yang
mereka butuhkan dan mereka inginkan. Bila kita menjanjikan kenyamanan dan
keamanan tinggal di rumah susun kepada masyarakat, maka kita kita menggunakan
imbauan ganjaran. Contoh: “Tinggal di rumah susun pasti BETAH.”
Imbauan rasa takut
menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Rasa cemas,
resah, dan takut tersebut terutama jika khalayak sasaran tidak memu menerima
ide yang ditawarkan. Contoh: “Menolak program Seribu Tower berarti
melanggengkan kesengsaraan hidup kita.”
Imbauan motivasional
adalah pesan yang menggunakan imbauan motif yang menyentuh kondisi internal
diri manusia. Contoh: “Ingin aman dan nyaman? Tinggallah di rumah susun!”
(c) Strategi Media,
yakni proses menetapkan media komunikasi yang akan digunakan untuk menyalurkan
pesan-pesan yang telah dirancang strateginya. Dalam menetapkan strategi media
dapat berupa pengambilan kputusan tetang media apa yang akan digunakan atau
dimanfaatkan, atau media apa yang akan diproduksi. Dengan demikian, strategi
media itu dapat berupa kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih media atau
memutuskan media yang harus dibuat.
(d) Strategi
Komunikator, yakni menetapkan siapa yang akan dijadikan sumber informasi
(sumber pesan) dan penyampai informasi yang sudah dirancang. Dalam merancang
komunikator, sangat perlu mempertim bangkan kredibilitas komunikator.
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan terhadap keahlian, kepakaran
dan kemampuan (expertise), sifat-sifat dapat dipercaya (trustworthiness),
dan dan daya tarik (attractiveness) yang dimiliki komunikator berkenaan
dengan informasi atau pesan yang disampaikannya. Oleh karena itu, hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam menetapkan sumber pesan dan penyampai pesan adalah
orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang yang dikomunikasikan,
dapat dipercaya oleh khalayak sasaran, dan memiliki daya tarik, baik secara
fisik maupun secara sosiologis dan psikologis.
Perumusan Rencana
Operasional, yakni proses penetapan teknis
pelaksanaan kegiatan di lapangan. Tahapan ini meliputi penetapan personel
pelaksana, jadwal kegiatan, tempat kegiatan, fasilitas yang dibutuhkan,
anggaran biaya, dan tahapan-tahan kegiatan, yang harus dilaksanakan secara
nyata di lapangan.
Perumusan
Rencana Evaluasi, yakni tahap penyusunan indikator
kinerja untuk menilai kemajuan program, hasil-hasil program, dan dampak
program. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyusunan instrumen evaluasi mulai
dari evaluasi proses atau evaluasi formatif (on going evaluation),
evaluasi hasil atau evaluasi sumatif (evaluation of result), dan
evaluasi dampak pro (evaluation of impact).
LANGKAH PELAKSANAAN
SOSIALISASI
Tahap ini merupakan
tahap implementasi dari rencana strategis dan rencana operasional yang telah
ditetapkan pada langkah prasosialisasi. Seluruh kegiatan harus mengacu pada
perencanaan strategis dan perencanaan teknis operasional yang telah disusun terse
but.
LANGKAH PASCA
SOSIALISASI
Tahap dimana seluruh
rangkaian kegiatan sosialisasi dinilai tingkat keberhasilannya, terutama untuk
memperoleh data tentang tingkat pencapaian tujuan program (hasil-hasil program)
dan dampak program. Dengan demikian, kegiatan pascasosialisasi diisi dengan
kegiatan untuk melaksanakan evaluasi hasil dan evaluasi dampak, yang
instrumennya mengacu pada instrumen yang sudah dirancang pada tahap
prasosialisasi.
PERENCANAAN KOMUNIKASI DAN
PERMASALAHANYA
Komunikasi adalah suatu ketrampilan penting yang dibutuhkan
dalam manajemen. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas
pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami
sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan/ ide dari satu pihak ke pihak
lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang
dipertukarkan tersebut.
Dalam konteks komunikasi sosial (penyebaran ide-ide
pembangunan/pemasaran pada masyarakat luas) memberi pemahaman bukanlah suatu
pekerjaan yang mudah, apalagi untuk mengubah sikap dan prilaku mereka (segment
masyarakat) sesuai dengan kehendak/tujuan komunikator. Menyikap hal tersebut
diperlukan Perencanaan Komunikasi.
PERENCANAAN KOMUNIKASI
Dipahami ada empat (4) elemen utama Perencanaan, yaitu :
5. Tujuan (Objective). Kondisi masa
depan yang akan dicapai.
6. Aksi (Action). Serangkaian
kegiatan yang yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
7. Sumber Daya (Resouces). Hal-hal
yang dibutuhkan dalam melaksakan aksi.
8. Pelaksanaan (Implementation). Tata cara dan arah
pelaksanaan kegiatan.
Pada proses perencanaan tersebut, dampak ataupun akibat yang
dihasilkan sangat bergantung pada ke-empat elemen perencanaan. Dalam proses
perencanaan tersebut, peran komunikasi merupakan ketrampilan penting yang harus
dimiliki oleh para manager. Karenanya dapat dikatakan pula bahwa perencanaan
komunikasi meliputi fungsi-fungsi manajemen , yaitu :
5. Merencanakan (Planning).
6. Mengadakan (Organizing).
7. Mengutamakan (Leading).
8. Mengawasi (Controlling).
Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi adalah:
Komunikator : orang yang menyampaikan pesan
Pesan : ide atau informasi yang
disampaikan
Media : sarana komunikasi
Komunikan : audience, pihak yang menerima pesan
Umpan Balik : respon dari komunikan terhadap pesan yang
diterimanya
Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan pesan/ide
(encoding) yang merupakan hasil pengolahan ide (stimulus) berdasarkan kesan
(perception) dan penerjemahan (interpretation) si penyampai ; ada yang menerima
atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri; ada media (transmission through
a channel) dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap pesan (feedback).
Skema Proses Komunikasi
Dari skema proses komunikasi diatas, untuk menunjang keberhasilan
perencanaan komunikasi dapat dilihat Kesan (Perception) sebagai inti
komunikasi. Kesan adalah nuansa rasa manusia kepada obyek tertentu. Kita
terkesan, karena ada sesuatu yang menarik dari obyek tersebut. Obyek tersebut
bisa berupa barang atau orang. Kita bisa terkesan kepada orang karena
bermacam-macam; bisa karena wajah cantiknya, tampan, berkumis; bisa karena
kata-katanya, karena janjinya, dan sebagainya. Membuat kesan yang baik, berarti
kita harus berbuat dan bersikap tertentu yang membuat agar orang lain tertarik.
Dapat dikatakan bahwa kesan/persepsi merupakan inti komunikasi.
Menurut Rudolp F.Verdeber dalam buku, Communicate,
1978, kesan atau persepsi dapat didefinikan sebagai interpretasi bermakna
atas sensasi sebagai representatif obyek eksternal. Proses menafsirkan
informasi Indrawi. Jika persepsi kita tidak akurat kita tidak munglkin bisa
berkomunikasi secara efektif.
Proses mencapai kesepakatan (Sharing
of meaning), lazimnya berlangsung secara bertahap. Karena itu, lebih awal
kita perlu memperhatikan 5 (lima) sasaran pokok dalam proses komunikasi, yaitu:
1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita
katakan (atau melihat apa
yang kita tunjukkan kepada mereka)
2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar
atau lihat
3. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka
dengar (atau tidak
menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman
yang benar)
4. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai
dengan maksud kita dan
maksud kita bisa mereka terima
5. Memperoleh umpan balik dari pendengar
Di samping itu, masih ada faktor lain yang juga penting dalam
proses komunikasi, yakni: Gangguan (noise) yakni faktor-faktor
eksternal (media/saluran komunikasi) maupun internal (psikologis) yang dapat
mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi.
HAMBATAN PROSES KOMUNIKASI
Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah komunikasi berjalan
dengan menghasilkan kesepakatan secara utuh sesuai tujuannya. Karena, salah
satu prinsip dalam berkomunikasi, yakni terdapatnya kesulitan-kesulitan pokok
dalam mencapai tujuan. Kesulitan-kesulitan internal ini merupakan hal yang
biasa dialami dialami oleh penyampai ide maupun penerimanya.
Matrik tujuan dan kesulitan dalam proses komunikasi. Tujuan
|
Kesulitan
|
MENDENGAR
|
Penerima pesan sulit memusatkan perhatian baik pada kata
yang tertulis maupun terucap untuk waktu yang lama
|
Penerima pesan kurang memiliki perhatian pada apa yang bagi
mereka tampak kurang penting
|
|
MEMAHAMI
|
Penerima pesan memiliki asumsi berdasarkan pengalaman masa
lalunya
|
Penerima pesan sering tidak memahami jenis bahasa
|