Monday 27 January 2014

PERENCANAAN KOMUNIKASI

Perencanaan komunikasi



 PERENCANAAN KOMUNIKASI 

Istilah Komunikasi Sosial dan Pembangunan sesungguhnya merupakan gabungan dari dua istilah, yakni Komunikasi Sosial dan. Komunikasi Pembangunan. Secara substansial, kedua istilah tersebut tidak mengandung perbedaan. Artinya, materi bahasan yang terkandung di dalamnya sama-sama berbicara tentang bagaimana komunikasi harus dilakukan, sehingga berperan sebagai penunjang pelaksanaan program-program pembangunan dalam rangkan menciptakan perubahan pada suatu sistem sosial, yakni perubahan sosial (social changes).
Secara teoretis, pembangunan merupakan upaya untuk menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik, sehingga program-program pembangunan yang dicanangkan senantiasa bersifat ide-ide pembaruan (inovasi), baik yang berupa fisik maupun nonfisik. Program pembangunan yang bersifat fisik, misalnya berupa pembangunan infrastruktur, sedangkan program pembangunan yang brsifat nonfisik misalnya pembangunan suprastruktur dan pemberdayaan manusia (sumber daya manusia).
Oleh karena itu, proses komunikasi pembangunan dan/atau komunikasi sosial selalui ditandai dan dimulai dengan aktivitas difusi inovasi yang dilanjutkan dengan aktivitas pembangunan masyarakat (community development) dengan tujuan agar pelaksanaan program-program pembangunan tersebut benar-benar berdampak positif terhadap masyarakat yang menjadi sasarannya.
Sehubungan dengan hal-hal di atas, untuk dapat memiliki pemahaman tentang komunikasi sosial dan pembangunan (komunikasi pembangunan) secara sistematis dan komprehensip, kita perlu memilki pemahahaman awal tentang konsep-konsep: sistem sosial, perubahan sosial, difusi, inovasi, pembangunan, dan komunikasi pembangunan itu sendiri.


SISTEM SOSIAL
Dalam proses komunikasi pembangunan, sistem sosial merupakan target atau sasaran dari perubahan yang akan diciptakan. Sistem sosial dapat didefinisikan sebagai suatu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Sebuah sistem sosial terdiri dari subsitem-subsistem sosial yang dalam konteks tertentu dapat pula menjadi sistem tersendiri (sitem sosial tersendiri). Ditinjau dari luas lingkupnya, sistem sosial dapat berupa sistem yang sangat besar, misalnya sebuah bangsa, sebuah komunitas budaya, komunitas sosial, dan masyarakat. Namun demikian, sistem sosial dapat pula berupa kumpulan unit manusia dalam skala kecil, misalnya organisasi dan kelompok. 

PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa tediri dari tiga tahap:
1. Invensi, yakni proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan
2. Difusi, yakni proses di mana ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial.
3. Konsekuensi, yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat.

Jenis-jenis Perubahan Sosial
Salah satu cara untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan sosial yang terjadi adalah dengan mencermati dari mana sumber terjadinya perubahan itu. Jika perubahan itu bersumber dari dalam sistem sosial itu sendiri, perubahan yang terjadi disebut perubahan imanen. Sedangkan jika sumbernya ide baru itu berasal dari luar sistem sosial, disebut perubahan kontak.
Perubahan imanen terjadi jika anggota sistem sosial menciptakan dan mengembangkan ide baru dengan sedikit atau tanpa pengaruh sama sekali dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke seluruh sistem sosial.
Perubahan kontak terjadi jika sumber dari luar sistem sosial memperkenalkan ide baru ke dalam suatu sistem sosial. Dengan demikian, perubahan kontak merupakan gejala “antarsistem”. Ada dua macam perubahan kontak, yaitu perubahan kontak selektif dan perubahan kontak terarah. Perbedaan perubahan tersebut tergantung dari mana kita mengamati datangnya kebutuhan untuk berubah itu, dari dalamkah atau dari luar sistem sosial.
Perubahan kontak selektif terjadi jika anggota sistem sosial terbuka pada pengaruh dari luar (bersikap kosmopolitan) pada pengaruh dari luar dan menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan sendiri (felt-needs). Perubahan kontak terarah atau
perubahan terencana (planned changes) adalah perubahan yang disengaja dengan adanya orang luar atau sebagian anggota sitem sosial yang bertindak sebagai agen pembaru (agent of changes) yang secara intensifberusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga dari luar.
Ditinjau dari cakupan sasarannya, perubahan sosial dapat berupa perubahan dalam tataran mikro dan tataran makro. Perubahan yang terjadi dalam tataran mikro adalah perubahan yang terjadi dalam level individual, ketika seseorang menerima atau menolak inovasi, sehingga berdampak pada perilaku orang tersebut, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Perubahan yang terjadi dalam tataran makro adalah perubahan pada level sistem sosial, ketika dalam sistem sosial terjadi struktur dan fungsi sistem sosial.

KOMUNIKASI DAN PERUBAHAN SOSIAL
Komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dalam proses perubahan sosial. Kita sama-sama paham, secara sederhana komunikasi adalah proses di mana pesan-pesan dioperkan dari sumber kepada penerima, baik secara langsung maupun melalui media tertentu. Dalam proses perubahan sosial, pesan-pesan yang terkandung dan dioperkan oleh sumber kepada penerima itu berupa ide-ide pembaruan atau inovasi. Oleh karena itu, komunikasi yang digunakan untuk menciptakan perubahan sosial dikenal dengan istilah komunikasi sosial atau komunikasi pembangunan.
Salah satu tipe komunikasi sosial/komonikasi pembangunan yang paling menonjol adalah difusi. Difusi merupakan proses dimana inovasi tersebar ke dalam sistem sosial. Oleh karen itu, difusi dipandang sebagai kajian komunikasi tersendiri yang memokuskan telaahan tentang pesan-pesan yang berupa gagasan baru.
Unsur-unsur Difusi
Difusi sebagai sebuah proses penyebaran ide baru dapat terjadi jika ada (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan memlalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sitem sosial.
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap abru oleh seseorang di mana kebaruannya itu bersifat relatif. Suatu gagasan dapat dianggap sebagai sebuah inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu, tetapi juga dapat dianggap bukan inovasi oleh anggota sistem sosial lainnya.
Saluran komunikasi dalam proses difusi dapat berupa media massa atau media interpersonal. Jangka waktu adalah banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses penyebaran inovasi dan proses pengambilan keputusan adopsi oleh anggota sistem sosial. Kecepatan adopsi oleh anggota sistem sosial tergantung pada tingkat keinovatifan anggota sistem sosial serta ciri karakteristik inovasi yang ditawarkan dalam pandangan anggota sistem sosial.
Ciri karakteristik atau sifat inovasi terdiri dari:
1. Keuntungan Relatif (Relative Advantage)
2. Kompatibilitas (Compatibility)
3. Kompleksitas (Complexity)
4. Trialabilitas (Trialability)
5. Obsevabilitas (Observability)

Tingkat keinovatifan anggota sistem sosial disebut kategori adopter terdiri dari:
Inovator, adopter pemula, mayoritas awal, mayoritas akhir, dan laggard.
Dipahami ada empat (4) elemen utama Perencanaan, yaitu :
1. Tujuan (Objective). Kondisi masa depan yang akan dicapai.
2. Aksi (Action). Serangkaian kegiatan yang yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
3. Sumber Daya (Resouces). Hal-hal yang dibutuhkan dalam melaksakan aksi.
4. Pelaksanaan (Implementation). Tata cara dan arah pelaksanaan kegiatan.

Pada proses perencanaan tersebut, dampak ataupun akibat yang dihasilkan sangat bergantung pada ke-empat elemen perencanaan. Dalam proses perencanaan tersebut, peran komunikasi merupakan ketrampilan penting yang harus dimiliki oleh para manager. Karenanya dapat dikatakan pula bahwa perencanaan komunikasi meliputi fungsi-fungsi manajemen , yaitu :
1. Merencanakan (Planning).
2. Mengadakan (Organizing).
3. Mengutamakan (Leading).
4. Mengawasi (Controlling).

Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi adalah:
Komunikator : orang yang menyampaikan pesan
Pesan : ide atau informasi yang disampaikan
Media : sarana komunikasi
Komunikan : audience, pihak yang menerima pesan
Umpan Balik : respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya
Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan pesan/ide (encoding) yang merupakan hasil pengolahan ide (stimulus) berdasarkan kesan (perception) dan penerjemahan (interpretation) si penyampai ; ada yang menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri; ada media (transmission through a channel) dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap pesan (feedback). 

Skema Proses Komunikasi
Dari skema proses komunikasi diatas, untuk menunjang keberhasilan perencanaan komunikasi dapat dilihat Kesan (Perception) sebagai inti komunikasi. Kesan adalah nuansa rasa manusia kepada obyek tertentu. Kita terkesan, karena ada sesuatu yang menarik dari obyek tersebut. Obyek tersebut bisa berupa barang atau orang. Kita bisa terkesan kepada orang karena bermacam-macam; bisa karena wajah cantiknya, tampan, berkumis; bisa karena kata-katanya, karena janjinya, dan sebagainya. Membuat kesan yang baik, berarti kita harus berbuat dan bersikap tertentu yang membuat agar orang lain tertarik. Dapat dikatakan bahwa kesan/persepsi merupakan inti komunikasi.
Menurut Rudolp F.Verdeber dalam buku, Communicate, 1978, kesan atau persepsi dapat didefinikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif obyek eksternal. Proses menafsirkan informasi Indrawi. Jika persepsi kita tidak akurat kita tidak munglkin bisa berkomunikasi secara efektif.
Proses mencapai kesepakatan (Sharing of meaning), lazimnya berlangsung secara bertahap. Karena itu, lebih awal kita perlu memperhatikan 5 (lima) sasaran pokok dalam proses komunikasi, yaitu:
1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat apa
yang kita tunjukkan kepada mereka)
2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau lihat
3. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak
menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar)
4. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan
maksud kita bisa mereka terima
5. Memperoleh umpan balik dari pendengar
Di samping itu, masih ada faktor lain yang juga penting dalam proses komunikasi, yakni: Gangguan (noise) yakni faktor-faktor eksternal (media/saluran komunikasi) maupun internal (psikologis) yang dapat mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi. 

PERKEMBANGAN PARADIGMA PERENCANAAN
1) Basic financial planning: mencari/mengembangkan kontroloperasional yang lebih baik melalui budgeting yang sesuai.
2) Forecast-based planning: mencari/mengembangkan model perencanaan yang lebih baik bagi pertumbuhan dengan cara mencoba memprediksi setelah satu tahun ke depan.
3) Externally oriented planning: senantiasa meningkatkan derajad responsiveness terhadap perubahan pasar dan competitor dengan cara berfikir strategis.
4) Strategic management: mengembangkan model pengelolaan terhadap resources yang ada untuk mendapatkan keuntungan yang kompetitif, sekaligus membuka peluang untuk masa selanjutnya. 

TUNTUTAN PERUBAHAN PARADIGMA
1) Kompleksitas kebutuhan dan keinginan stake-holder, serta perubahan kebutuhan konsumen/user yang berkembang dengan pesat.
2) Persaingan yang semakin ketat di antara para kompetitor.
3) Munculnya kesadaran bahwa konsumen/klien dan para user yang lain merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan eksistensi lembaga/institusi yang bersangkutan. 

MANAJEMEN STRATEGIS
1) Adalah serangkaian keputusan dan aksi/tindakan yang tersusun dalam rumusan perencanaan dan implementasinya, yang dirancang untuk mencapai tujuan lembaga/institusi yang bersangkutan.
2) Manajemen strategis, secara khusus, memusatkan perhatiannya pada analisis masalah peluang yang tersedia pada tingkatan manajerial. Manajemen strategis berkaitan langsung dengan kelangsungan hidup sebuah lembaga/organisasi/institusi. 

CIRI MANAJEMEN STRATEGIS
1) Langka: keputusan sstrategis biasanya tidak umum dan tidak mempunyai preseden yang bisa diikuti.
2) Konsekuensial: keputusan strategis membutuhkan resource yang memadai dan menuntut komitmen yang tinggi
3) Percursive: keputusan strategis menciptakan kondisi dimana tidak ada lagi banyak kebijakan tetapi lebih banyak aksi. 

TAHAPAN PROSES PERENCANAAN
1) Formulasi misi lembaga: pernyataan umum tentang tujuan, filosofi dan alasan berdirinya/keberadaan lembaga yang bersangkutan.
2) Melakukan analisis terhadap kondisi dan kemampuan internal lembaga (:evaluasi diri).
3) Melakukan analisis/penilaian terhadap lingkungan eksternal lembaga, yang meliputi para kompetitor dan faktor-faktor eksternal lainnya.
4) Mengidentifikasi opsi-opsi alternatif, dengan mempertimbangkan existing resources dan lingkungan eksternalnya.
5) Menganalisa dan menyusun prioritas opsi-opsi tersebut dengan mengacu pada visi/misi lembaga dan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensinya dalam mencapai tujuan.
6) Memilih/merumuskan serangkaian tujuan jangka panjang dan grand strategy yang akan diwujudkan melalui pilihan atau opsi terpilih.
7) Menyusun tujuan tahunan dan strategi jangka pendek yang sejalan/sesuai dengan tujuan jangka panjang dan grand strategies yang dipilih.
8) Implementasi opsi-opsi strategis dengan cara alokasi sumber keuangan, sesuai dengan tugas, orang, struktur teknologi dan sistem reward.
9) Mengevaluasi keberhasilan/kegagalan proses-proses strategis sebagai masukan bagi pembuatan keputusan berikutnya.
Partisipasi sosial dan peran komunikasi
TERM pembangunan selama ini dipenuhi tarikmenarik antara masyarakat dengan pemerintah dalam menempatkan subjek di dalamnya. Pada masa lalu pemerintah menempatkan diri sebagai policy maker yang amat sentralistik dan masyarakat disubordinasikan dengan argumentasi stabilitas dan kelancaran prosesnya. Namun sejak paradigma pembangunan partisipatif menguat dalam wacana publik telah menyadarkan perlunya kesepahaman dan kesederajatan antara masyarakat dengan pemerintah sehingga menempatkan masyarakat tidak saja sebagai subjek namun sekaligus mitra pemerintah. Untuk mempertemukan keduanya maka dibutuhkan peran komunikasi sebagai instrumen mediasi agar pembangunan tetap berlangsung dalam kontrol bersama, seperti dalam kasus rencana pembangunan PLTN Muria.
Partisipasi sosial Pembangunan sering dimengerti sebagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan bernegara. Pemerintah seolah memiliki hak paten untuk terus memproduksi pembangunan dengan segala varian di dalamnya.
Begitu kuat wacana tentang pembangunan sebagai sarana mewujudkan kesejahteraan yang hanya dapat berjalan lancar dan cepat apabila diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah. Akibatnya, pemerintah dianggap sebagai “panglima” yang dapat memerintahkan dan membuat apa pun kebijakan yang harus dilakukan dalam pembangunan.
Sikap kritis dan korektif masyarakat tidak memperoleh porsi seimbang karena dianggap menghambat laju pembangunan yang sedang didesain pemerintah.
Model topdown development semacam ini nyata-nyata telah gagal menghasilkan pembangunan yang menyentuh sense of belonging masyarakat di dalamnya.
Terbukti lahir pembangunan yang menciptakan keterasingan sosial, nir partisipasi, kesenjangan antara daerah, oligharkhisme ekonomi, dan pada akhirnya mengkristal dalam wujud pembangunan yang jauh dari humanisme.
Bahkan masyarakat kemudian memandang setiap pembangunan hanya akan mengorbankan kepemilikan masyarakat (terutama kaum subaltern/ pinggiran) demi pembangunan itu sendiri. Evaluasi negatif atas pembangunan demikian masih tersisa dalam perasaan skeptis bahkan menjadi apatis masyarakat yang dituangkan dalam bentuk penolakan, pembangkangan, dan ketidakpercayaan terhadap proses pembangunan yang bakal dijalankan pemerintah.
Contoh, penolakan sebagian warga yang terkena pembangunan Tol Semarang-Solo, penolakan atas PLTN Muria, serta pemblokiran jalan umum oleh warga belakangan ini. Oleh karenanya perlu dikembalikan pada konsepsi pembangunan menurut Everett M Rogers (1995: 127) bahwa “pembangunan diterjemahkan sebagai sebuah proses partisipasi yang luas (masyarakat) dalam perubahan sosial yang mempunyai tujuan membawa kemajuan ekonomi dan sosial untuk keuntungan sebagian besar masyarakat, dengan tetap memperhatikan lingkungannya”. Lalu pertanyaannya, siapakah yang lebih diuntungkan oleh pembangunan?
Pembangunan juga dipahami berkaitan dengan perubahan sosial, yang artinya pembangunan sebagai entitas yang diserahkan masyarakat kepada pemerintah akan selalu bersentuhan dengan keberadaan masyarakat di dalamnya.
Dalam hal ini pembangunan ternyata membutuhkan partisipasi masyarakat baik sebagai stakeholders maupun subjek yang telah mempercayakan proses pembangunan pada pemerintah.
Oleh sebab itu muncul pembangunan partisipatif sebagai paradigma baru yang seharusnya dianut pemerintah ketika berharap pembangunan betul-betul memperoleh dukungan masyarakat yang favourable. Pembangunan sudah semestinya ditempatkan kembali sebagai common interest antara masyarakat dengan pemerintah, seperti halnya rencana pembangunan PLTN Muria tersebut.
Partisipasi sosial adalah wujud rasa handarbeni meskipun sebatas sikap kritis dan konstruktif terhadap setiap kebijakan pembangunan dari pemerintah. Apalagi ketika pembangunan dijadikan bagian dari upaya pemberdayaan msyarakat, maka perlu mengacu pada gagasan Suparjan (2003: 19) tentang pemberdayaan masyarakat adalah “proses perencanaan pembangunan dengan memusatkan pada partisipasi, kemampuan dan masyarakat lokal”.
Partisipasi sosial bukan lagi sekadar sikap diam dan menyerahkan sepenuhnya proses pembangunan kepada pelaku, namun bagaimana masyarakat dapat mengikuti sejak perencanaan, kontrol terhadap proses bahkan evaluasi terhadap hasil pembangunan dalam suasana demokratis, terbuka dan linier antara masyarakat dengan pemerintah. Sebab, apa pun konsekuensi dari pembangunan tersebut akan kembali pada masyarakat sekitarnya. Kesadaran masyarakat dapat muncul ketika pembangunan diposisikan sebagai entitas yang terbuka, korektif, dan sesuatu yang bersifat komunikatif.
Artinya pembangunan tersebut dapat dibicarakan secara dialogis antara masyarakat dengan pemerintah sebagai policy maker, sehingga masyarakat merasa dimanusiakan dalam setiap tahapan proses pembangunan. Kemudian biasanya masyarakat akan menomorduakan pengorbanan, ekses dan keuntungan lantaran diserahkan untuk adagium kepentingan umum dan kemajuan masyarakat.
Peran komunikasi Keselarasan antara masyarakat dengan pemerintah yang sedang menjalankan program pembangunan lebih mudah direalisasikan apabila terdapat kehadiran komunikasi pembangunan. Pembangunan yang sebenarnya memiliki tujuan mulia dapat dikemas ke dalam pesan-pesan komunikasi yang perlu dimengerti, dipahami dan bahkan menjadi konsensus meskipun harus melewati proses tarik menarik bahkan konflik pada saat dikomunikasikan dengan masyarakat.
Adapun fungsi komunikasi pembangunan menurut F Rosario Breid (Muis; 2000: 215-219) adalah “sebagai katalisator, fasilitator, dan penghubung/mediator yang bebas antara rakyat dengan para penentu kebijakan dalam pembangunan. Oleh karena komunikasi pembangunan tidak dapat tidak harus memakai model horisontal, dua arah, simetris, dan demokratis”.
Komunikasi telah menjadi bagian strategis yang perlu dicantumkan dalam setiap perencanaan pembangunan yang bersifat partisipatif. Ketidakpercayaan, penolakan, dan kebuntuan relasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam memperbincangkan program pembangunan dapat difasilitasi keberadaan komunikasi sebagai aktivitas yang menjembatani interaksi di antara keduanya.
Pada akhirnya pembangunan yang membutuhkan partisipasi sosial melalui peran komunikasi harus diaksentuasikan sesuai teori pembangunan partisipatif dari Chambers (1992), yakni, “pelaku pembangunan dilibatkan dalam seluruh proses pembangunan mulai dari identifikasi kebutuhan serta analisis masalah, perencanaan, pelaksanaan, monitoring, serta evaluasi”. Dan untuk mewujudkannya perlu menempatkan berbagai pihak di tengah masyarakat sebagai sarana mengakomodasi aspirasi sekaligus mendukung upaya pemberdayaan masyarakat sebagai bagian dari aktor pembangunan melalui komunikasi dialogis antara masyarakat dengan pengambil keputusan dalam proses pembangunan tersebut. hf
Muchamad Yuliyanto Staf pengajar Komunikasi FISIP Undip, peminat komunikasi pembangunan, alumnus pascasarjana UNS
Suakarta 


PERENCANAAN KOMUNIKASI DALAM MENSOSIALISASIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN
Oleh: Dadang Sugiana
I. LATAR BELAKANG
1. Kegagalan maupun keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan infrastruktur dari aspek sosial terletak pada penolakan dan penerimaan masyarakat sasaran terhadap ide pembangunan yang ditawarkan serta produk yang dihasilkan. Apabila masyarakat menolak ide dan produk pembangunan berarti program pembangunan tersebut gagal, sebaliknya jika mereka menerima maka program pembangunan itu dinilai berhasil. Penolakan dan penerimaan masyarakat terhadap ide yang ditawarkan dan produk pembangunan yang dihasilkan akan sangat mempengaruhi tingkat partisipasi mereka dalam proses implementasi program maupun pascaproduksinya. Tingkat partisipasi masyarakat tersebut merupakan indikator yang menunjukkan rasa kebutuhan dan rasa memiliki mereka terhadap produk pembangunan yang dihasilkan. Dengan demikian, penemuan, ide, dan program pembangunan sebaik apapun tidak akan mengubah sikap dan perilaku masyarakat sebagaimana diharapkan oleh pemerintah.
2. Setiap ide dan program pembangunan, secara teoretis, harus dipandang sebagai sebuah upaya pembaruan (inovasi), baik secara teknis maupun sosial. Oleh karena itu, langkah awal untuk mewujudkan penerimaan dan tingkat partisipasi masyarakat secara optimal yang perlu dilakukan adalah upaya-upaya yang mengarah pada perubahan pengetahuan, sikap mental, dan perilaku masyarakat ke arah yang dikehendaki oleh otoritas penyelenggaraan program pembangunan (pemerintah). Secara konsesional, langkah-langkah itu disebut difusi inovasi (penyebaran ide-ide baru), yang dalam bahasa politik dikenal dengan istilah sosialisasi.
3. Sosialisasi program atau difusi inovasi merupakan bentuk kegiatan komunikasi sosial atau komunikasi pembangunan. Keefektifan komunikasi pembangunan (dalam arti menghasilkan efek positif), jelas memerlukan perencanaan atau disain program yang benar, baik dalam tataran strategis, taktis, maupun teknis operasionalnya. Perencanaan komunikasi merupakan sebuah keharusan dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan itu sendiri. Perencaan komunikasi (communication planning) yang pertama kali harus dibuat adalah perencanaan yang bersifat strategis, yang nantinya akan menjadi dokumen dan panduan dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan komunikasi pembangunan (sosialisasi) dalam tataran taktis dan teknis operasional.
4. Penyusunan perecanaan komunikasi pembangunan (development communication) memerlukan kajian ilmiah tentang kondisi-kondisi ideal dan kondisi-kondisi objektif yang berkaitan dengan sumberdaya komunikasi yang relevan dengan kepentingan dan tujuan proses komunikasi (sosialisasi) yang akan dilakukan. Sumberdaya komunikasi yang perlu diidentifikasi di antaranya menyangkut unsur-unsur proses komunikasi,
mulai dari khalayak sasaran komunikasi atau komunikan (receivers atau communicatee), pesan-pesan yang akan disampaikan (messages), saluaran komunikasi yang akan digunakan (channel atau media), sampai pada sumber atau penyampai pesannya (source atau communicators). Atas dasar kajian analitis terhadap unsur-unsur proses komunikasi tersebut, selanjutnya dapat ditentukan model komunikasi dan strategi komunikasi seperti apa yang perlu digunakan sebagai landasan atau panduan pelaksanaan proses komunikasi yang akan dilakukan. 

II. KONSEP AKADEMIS TENTANG SOSIALISASI
1. Konsep Dasar Sosialisasi
Sosialisasi merupakan aktivitas komunikasi yang bertujuan untuk menciptakan perubahan pengetahuan, sikap mental, dan perilaku khalayak sasaran terhadap ide pembaruan (inovasi) yang ditawarkan. Oleh karena itu, proses sosialisasi sama dengan komunikasi pembangunan yang substansi pesannya berupa ide-ide pembaruan atau inovasi, baik inovasi teknologi maupun inovasi sosial. Konsep komunikasi pembangunan yang demikian disebut Komunikasi Inovasi (Communication of Innovation) yang titik beratnya terletak pada upaya menyebarkan inovasi (difussion of innovation) ke dalam sistem sosial (masyarakat) sasaran agar terjadi penerimaan atau adopsi terhadap inovasi yang ditawarkan (Rogers dan Shoemaker, 1987).
Tindakan adopsi atau rejeksi inovasi oleh sistem sosial akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi logis dalam bentuk sikap dan perilaku khalayak pada tahap implementasi program pembangunan yang dicanangkan. Dengan kata lain, target akhir yang harus dicapai dalam kegiatan komunikasi inovasi adalah terjadinya perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Struktur sistem sosial terdiri dari berbagai status individu dan status kelompok yang teratur. Berfungsinya struktur status-status itu merupakan seperangkat peran atau perilaku nyata seseorang dalam status tertentu. Status dan peran ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain saling mempengaruhi. Fungsi sosial dan struktur sosial berhubungan sangat erat dan saling mempengaruhi. Dalam proses perubahan sosial, jika salah satu berubah maka yang lain akan berubah pula. Dengan demikian, sasaran utama proses perubahan sosial (proses komunikasi inovasi atau komunikasi pembangunan) adalah anggota sistem sosial. Dilihat dari ukurannya, sistem sosial itu sendiri ada yang besar, misalnya negara, provinsi, kabupaten/kota, ada pula yang kecil, misalnya kelompok.
Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap: (1) invensi, yaitu proses dimana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan, (2) difusi, yakni proses ide-ide baru itu dikomunikasikan ke dalam sistem sosial, dan (3) konsekuensi, adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadpsian atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jika penggunaan atau penolakan ide baru itu mempunyai akibat. Dengan demikian dapat disimpulkan, perubahan sosial adalah akibat dari komunikasi sosial atau komunikasi pembangunan. Atas dasar konsepsi itulah maka proses sosialisasi merupakan proses lanjutan dari proses invensi. Dalam
konteks pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan, proses invensi telah terjadi, yakni dengan telah dicanangkannya program pembangunan rumah susun oleh pemerintah. Masalahnya adalah bagaimana menyosialisasikannya agar program tersebut mehasilkan konsekuensi positif sesuai dengan yang diharapkan.
2. Jenis-jenis Perubahan Sosial
Salah satu yang paling tepat untuk memahami perubahan sosial adalah dengan cara memahami dari mana sumber terjadinya perubahan itu. Jika sumber perubahan itu dari dalam sistem sosial sendiri, perubahan itu disebut perubahan imanen, sedangkan jika dari luar sistem disebut perubahan kontak. Dalam konteks program pembangunan rumah susun, jelas bahwa perubahan yang akan dan harus diciptakan adalah perubahan kontak. Terdapat dua jenis perubahan kontak: perubahan kontak selektif dan perubahan kontak terarah. Perubahan kontak selektif terjadi jika anggota sosial terbuka pada pengaruh dari luar dan menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan (felt-needs). Perubahan kontak terarah atau perubahan terencana adalah perubahan yang disengaja dengan adanya pihak luar atau sebagian anggota sistem sosial yang bertindak sebagai agen pembaru (change of agent) yang secara intensif berusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh lembaga dari luar sistems sosial yang bersangkutan. Dalam konteks pembangunan rumah susun ini perubahan kontak yang akan diciptakan lebih bertitik berat pada perubahan kontak terarah, sehingga pasti memerlukan rancangan strategi komunikasinya.
Apabila perubahan itu dipandang dari sudut unit adopsi (khalayak sasaran perubahan) yakni anggota sistem sosial, maka ada dua macam perubahan yaitu perubahan individual dan perubahan sistem sosial. Perubahan individual terjadi jika seseorang yang bertindak sebagai individu mengadopsi atau menolak inovasi. Perubahan pada level ini tergolong pada perubahan mikro, yang di dalamnya berkembang konsep/istilah pembangunan seperti: modernisasi, akulturasi, adopsi, belajar atau sosialisasi. Sementara itu, perubahan pada level sistem sosial (perubahan sosial) dikenal sebagai perubahan makro, yang di dalamnya berkembang konsep-konsep seperti: pembangunan, sosialisasi, integrasi atau adaptasi.
3. Keputusan Inovasi
Perubahan sosial yang terjadi pada sistem sosial pada dasarnya merupakan konsekuensi dari pengambilan keputusan yang dilakukan oleh anggota sistem sosial. Keputusan inovasi tersebut dapat berbentuk keputusan otoritas maupun keputusan individual. Keputusan otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada dalam posisi atasan. Sementara itu, keputusan individual adalh keputusan individu di mana individu yang bersangkutan ambil bagian dalam
proses pembuatan keputusannya. Ada dua macam keputusan individual, yaitu: (1) keputusan opsional dan (2) keputusan kolektif. Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan-keputusan yang dibuat oleh anggota sistem sosial yang lainnya, sedangkan keputusan kolektif adalah keputusan yang dibuat oleh individu-individu yang ada dalam sistem sosial melalui konsensus.
Dalam konteks sosialisasi program pembangunan rumah susun di kawasan perkotaan, keputusan inovasi yang harus diwujudkan tampaknya lebih merupakan keputusan individual, baik keputusan opsional maupun keputusan kolektif.
4. Paradigma Keputusan Inovasi
Paradigma atau model proses komunikasi yang diperlukan untuk menciptakan keputusan-keputusan inovasi dalam upaya meciptakan perubahan sosial, masing-masing berbeda dan tergantung pada keputusan jenis apa yang akan diciptakan. 

TAHAPAN KEGIATAN SOSIALISASI
Inti kegiatan sosialisasi terletak pada upaya untuk memperkenalkan inovasi kepada khalayak sasaran, sehingga mereka menyadari adanya inovasi dan memahami inovasi yang dikomunikasikan. Selanjutnya diharapkan terjadinya sikap positif khalayak yang mendorong pada pengambilan keputusan untuk menerima (mengadopsi) inovasi serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Khalayak sasaran sosialisasi prgram baru (komunikasi inovasi) tersebut tidak lain adalah individu-individu yang tergabung di dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial itu sendiri terdiri dari subsistem-subsistem yang dapat berupa individu, kelompok, organisasi, massa, komunitas, masyarakat, hingga bangsa.
Sejalan dengan konsep proses keputusan inovasi yang telah diungkapkan di atas (lihat Gambar 1. Paradigma Keputusan Inovasi), kegiatan komunikasi inovasi (sosialisasi) melibatkan tiga variabel besar, yaitu: (1) Variabel Anteseden, (2) Variabel Proses, dan(3)VariabelKonsekuensi.
Variabel Anteseden menunjukkan adanya beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dan dicermati sebelum dilakukannya kegiatan komunikasi inovasi. Faktor-faktor tersebut berkenaan dengan situasi dan kondisi khalayak sasaran, baik yang menyangkut karakteristik sosiodemografis, karakteristik psikografis, maupun kebutuhan-kebutuhan nyata dan kebutuhan yang dirasakan oleh khalayak sasaran program sosialisasi pada saat sekarang dan saat yang akan datang. Selain itu, harus dicermati pula karakteristik sistem sosial dimana khalayak sasaran berada, yakni meliputi percermatan terhadap norma-norma dan nilai-nilai sistem soaial yang dianut, tradisi, kebiasaan, dan budaya yang berkembang, serta unit-unit komunikasi (forum komunikasi) yang tersedia dan biasa digunakan oleh masyarakat pada sistem sosial yang bersangkutan untuk melakukan komunikasi sosial. Identifikasi dan percermatan terhadap faktor-faktor tersebut dikategorikan pada Tahap Persiapan Sosialisasi (Tahap Prasosialisasi).
Variabel Proses menunjukkan adanya tahap-tahap komunikasi inovasi (sosialisasi) yang harus ditempuh secara sistematis, yang terdiri dari: (1) Tahap Pengenalan, (2) Tahap Persuasi, dan (3) Tahap Keputusan. Ketiga tahapan inilah yang merupakan inti dari kegiatan sosialisasi (Tahap Pelaksanaan Sosialisasi).
Tujuan akhir dari tahap pengenalan (proses memperkenalkan) inovasi adalah terciptanya rasa kesadaran (awareness) khalayak sasaran akan adanya inovasi (ide atau program baru) yang diperkenalkan. Mereka memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang program yang ditawarkan, memahami bagaimana program itu berfungsi baik secara teknis maupun secara sosial (berfungsi nyata bagi kehidupan sosial). Pada tahap ini informasi-informasi yang berkaitan dengan inovasi mulai disebarkan kepada khayalak sasaran, baik melalui media massa (surat kabar, siaran radio, siaran televisi, internet) maupun melalui media nirmassa (poster, billboard, spanduk, leaflet, booklet, brosur, selebaran, dan lain-lain) serta media-media
interpersonal (tokoh masyarakat, pejabat, public figure, dan sebagainya). Proses komunikasi pada tahap pengenalan ini lebih dititikberatkan pada komunikasi yang bersifat informatif, yakni komunikasi yang substansi dan struktur pesannya lebih bersifat memberitahukan, memberi penjelasan kepada khalayak agar mereka memiliki pemahaman yang memadai tentang program baru yang ditawarkan. Dengan kata lain, sasaran perubahan perilaku yang hendak diwujudkan pada tahap pengenalan ini adalah perilaku kognitif.
Pada Tahap Persuasi, proses komunikasi diarahkan untuk membentuk sikap khalayak yang berupa sikap berkenan (mau menerima) atau tidak berkenan (tidak mau menerima) terhadap perogram baru yang diperkenalkan. Oleh karena itu, pada tahap persuasi ini aktivitas mental khalayak yang perlu dibangkitkan adalah afektif (perasaan), yang secara teoretis hannya akan terjadi apabila mereka sudah mengenal adanya inovasi yang ditawarkan. Pada tahap persuasi, proses komunikasi diarahkan untuk mendorong khalayak (orang-orang) lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi atau program baru yang ditawarkan dan telah dikenalnya. Secara teoretis mereka didorong untuk aktif mencari informasi lebih lanjut mengenai inovasi atas kesadaran dan prakarsa sendiri. Pada tahap persuasi ini ada beberapa faktor yang harus diperhitungkan, baik dari faktor penerima (khalayak sasaran) maupun dari faktor inovasi yang ditawarkan. Dari faktor penerima, perlu diperhitungkan norma dan nilai sistem sosial yang dianut oleh khalayak, serta karakteristik siodemografis dan psikologisnya. Sementara itu, dari faktor inovasi sendiri perlu ditonjolkan ciri-ciri inovasi yang dapat dicermati secara empirik, misalnya: keuntungan relatif, kompatibilitas, kerumitan atau kesederhanaan inovasi, uji coba, dan contoh kongkret dan (observabilitas). Proses komunikasi pada tahap persuasi tidak hanya mengandalkan media massa dan media nirmassa, melainkan juga harus mengutamakan media tatap muka, seperti penyuluhan, penerangan, konsultasi, forum diskusi, seminar, workshop, atau yang lainnya, serta media visual seperti pameran.
Pada Tahap Keputusan, khalayak didorong untuk menerima inovasi (adopsi) atau menolak inovasi (rejeksi). Tentu saja, tujuan ideal proses difusi inovasi (sosialisasi) adalah terjadinya proses penerimaan atau adpsi. Oleh karena itu, dalam merancang kegiatan komunikasinya perlu juga diperhitungkan faktor-faktor yang dapat menggagalkan proses adopsi selain faktor-faktor yang mendukung keputusan untuk menerima.
Variabel Konsekuensi merupakan faktor yang timbul sebagai akibat dari tindakan pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak inovasi. Jika keputusannya menerima inovasi (adopsi) maka konsekuensinya dapat berupa tindakan nyata untuk terus mengadopsi dan menerapkannya; atau mereka akan kecewa terhadap inovasi yang diadopsinya dan beralih atau menggantinya dengan inovasi atau program yang lain. Sebaliknya, jika keputusannya menolak inovasi (rejeksi), kemunkinannya ada dua: tetap menolak atau menerima walaupun terlambat. Pengadpsian terlambat bisa jadi disebabkan oleh tumbuhnya kesadaran, pemahaman, dan sikap positif khalayak yang timbul belakangan sebagai akibat proses pengenalan dan proses persuasi yang terus berlangsung secara berkesinambungan. 

LANGKAH-LANGKAH PRASOSIALISASI
Sebagaimana telah diungkapkan, pada tahap prasosialisasi aspek penting yang harus diidentifikasi adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan karakteristik sosiodemografis, karakteristik psikografis, dan kebutuhan-kebutuhan nyata dan kebutuhan yang dirasakan (real needs dan felt needs) khalayak sasaran serta karakteristik sistem sosialnya (norma, nilai, tradisi, budaya, data mengenai sumberdaya dan prasarana komunikasi yang tersedia, dan sebagainya. Oleh karena itu, beberapa aktivitas yang perlu dilakukan di antaranya adalah:
Pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data primer dapat ditempuh melalui kegiatan survei, focus group discussion (FGD). Sedangkan pengumpulan data sekunder dapat ditempuh melalui penelaahan bahan tertulis, baik berupa dokumen maupun bahan-bahan referensi lainnya, misalnya, mempelajari data yang tersedia di Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah Daerah, Instansi atau Kantor Departemen/Dinas Tertentu, Laporan Penelitian, dan Buku-buku.
Analisis Kebutuhan, yakni aktivitas untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan, sehingga sistuasi, kondisi, dan kebutuhan nyata serta kebutuhan yang durasakan oleh khalayak sasaran dapat diidentifikasi secara cermat dan akurat. Ketepatan dalam menganalisis kebutuhan ini akan sangat menentukan ketepatan kita dalam merancang strategi komunikasi yang akan dilakukan sehingga menghasilkan efek yang sesuai dengan yang diharapkan.
Perumusan Tujuan, yakni menetapkan hasil akhir yang akan dicapai dari kegiatan sosialisasi (komunikasi) yang dilakukan. Perlu dirumuskan perilaku apa yang harus diupayakan setelah proses komunikasi berlangsung. Sebagai contoh, penetapan tujuan dapat dirumuskan sebagai berikut:
(a) Pada tahap pengenalan, tujuan komunikasi diarahkan untuk memberikan pengetahuan (informasi) mengenai Program Seribu Tower kepada masyarakat sehingga mereka memiliki kesadaran dan pemahaman tentang program Seribu Tower dengan baik, baik dari segi teknis, ekonom, hukum, maupun sosial.
(b) Pada tahap persuasi, tujuan komunikasi diarahkan untuk membentuk sikap positif masyarakat terhadap Program Seribu Tower sehingga mereka mau mengadopsi program tersebut.
(c) Pada Tahap Keputusan, tujuan komunikasi diarahkan untuk mendorong masyarakat menerima Program Seribu Tower dengan cara membeli atau berpindah tempat tinggal.
(d) Pada Tahap Konfirmasi, tujuan komunikasi diarahkan untuk mendorong masyarakat agar mencari informasi lebih lanjut kepada instansi/pihak yang sengaja dibentuk oleh pihak pengelola program.
Inventarisasi Pencapaian Tujuan, yakni menginventarisasi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Sumberdaya yang perlu diinventarisasi memliputi: sumber daya komunikasi (sarana dan prasarana komunikasi, seperti: forum komunikasi yang tersedia, media komunikasi yang tersedia, forum komunikasi yang harus disediakan, media komunikasi yang harus diproduksi, dan lain-lain), sumberdaya ekonomi (biaya, tenaga pelaksana, tempat, waktu, dan lain-lain), dan sumberdaya teknis (segala sesuatu yang memudahkan proses pelaksanaan kegiatan).
Perumusan Rencana Strategis, yakni kegiatan merancang strategi-strategi komunikasi yang akan dilakukan. Perancangan srtategi komunikasi meliputi: strategi khalayak, strategi pesan, strategi media, dan strategi komunikator.
Strategi khalayak adalah proses mengidentifikasi dan mengkategorisasikan khalayak sasaran komunikasi. Dalam hal ini perlu ditetapkan urutan prioritas kategori khalayak sasaran: siapa yang menjadi sasaran utama (sasaran primer) dan siapa yang menjadi sasaran antara (sasaran sekunder). Sasaran utama, misalnya, masyarakat perkotaan yang berpenghasilan rendah, sedangkan sasaran antara adalah kelompok orang yang memiliki otoritas dan kepemimpinan terhadap sasaran utama, misalnya: tokoh masyarakat, pimpinan perusahaan, para pejabat, para komandan, dan sebagainya. Setiap kelompok sasasaran ini harus benar-benar diidentifikasi secara cermat ciri karakteristik sosiodemografis dan psikografisnya. Dalam menentukan prioritas sasaran, tidak selalu menempatkan khalayak sasaran primer sebagai sebagai prioritas pertama kegiatan komunikasi, melainkan dapat saling bertukar tergantung pada situasi dan konteks komunikasnya. Untuk kegiatan komunikasi yang memanfaatkan konteks organisasional atau kelompok (pendekatan kelompok), maka sasaran prioritas komunikasi adalah para pemegang otoritas, sedangkan untuk kegiatan komunikasi dalam konteks sosial (pendekatan masal) maka sasaran prioritasnya adalah individu-individu atau khalayak sasaran utama program.
Strategi Pesan, adalh proses perancangan pesan yang akan disampaikan sesuai dengan kategori khalayak yang dijadikan sasaran. Kegitan ini meliputi penyusunan struktur pesan, format atau gaya pesan, dan imbauan pesan.
Penyusunan struktur pesan, yakni penyusunan sistematika pesan, apakah secara kronologis (urutan waktu kejadian), secara spasila (urutan tempat kejadian), secara topikal (berdasarkan tema-tema bahasan), secara deduktif (dari informasi umum ke informasi spesifik), secara induktif (dari informasi spesifik ke informasi umum), atau secara
urutan bermotif (motivated sequences) nyakni mengurutkan pesan berdasarkan tujuan untuk membangkitkan perhatian (attention), membangkitkan rasa kebutuhan (needs), memberikan jalan keluar untuk pemenuhan kebutuhan (satisfaction), memproyeksikan gagasan kita ke masa yang akan datang dari sisi untung-rugi (visualization), dan menegaskan tindakan yang perlu dilakukan (action). Adapun mengenai isi atau substansi pesannya harus menyangkut program atau inivasi yang dikomunikasikan. Sebagai contoh, untuk Program Sribu Tower (Rumah Susun Sederhana), isi pesannya menyangkut keseluruhan aspek yang terkait dengan program tersebut: aspek teknis, ekonomi, hukum, dan sosial, yang kesemuanya harus memuat unsur-unsur: keuntungan relatif (relative advantage), kompatibilitas (compatibility), kompleksitas dan kemudahan (complexity and simplicity), dan obsevabilitas atau bukti nyata (observability).
Selain itu perlu dirancang bagaimana format atau gaya pesannya (messages style), apakah bergaya formal, informal, atau kombinasi di antara keduanya. Pesan bergaya formal adalah pesan yang disusun dengan menggunakan bahasa formal/baku, sedangkan gaya informal adalah pesan yang menggunakan bahasa populer atau bahasa sehari-hari/bahasa gaul.
Hal lain yang perlu dirancang dalam menetapkan strategi pesan adalah imbauan pesan (messages appeals). Imbauan pesan dapat berupa imbauan rasional, imbauan emosional, imbauan ganjaran, imbauan rasa takut, dan imbauan motivasional.
Imbauan rasional adalah pesan yang menggunakan silogisme, yakni rangkaian pengambilan kesimpulan melewati premis major dan premis minor, dengan hubungan logika sebab akibat (jika-maka). Pesan yang berisi imbauan rasional perlu didukung oleh data, fakta, dan bukti-bukti empirik lainnya. Contohnya: “Sampai tahun 2006, jumlah penduduk perkotaan di Indonesia yang belum memiliki tempat tinggal yang layak mencapai angka 80 persen”.
Imbauan emosional menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh emosi komunikan (khalayak sasaran). Dalam hal ini pesan menggunakan bahasa yang penuh muatan emosional untuk melukiskan situasi tertentu. Jadi, jangan mengatakan, “Sebagian besar penduduk perkotaan di Indonesia tidak memiliki rumah tinggal,” tetapi katakanlah, “Sebagian besar penduduk perkotaan di Indonesia biasa tidur bergelimpangan secara menggenaskan di kolong jembatan, di
emperan toko, dan di tempat-tempat kumuh yang rawan penyakit dan tidakan kriminal.”
Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikan (khalayak sasaran) sesuatu yang mereka butuhkan dan mereka inginkan. Bila kita menjanjikan kenyamanan dan keamanan tinggal di rumah susun kepada masyarakat, maka kita kita menggunakan imbauan ganjaran. Contoh: “Tinggal di rumah susun pasti BETAH.”
Imbauan rasa takut menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan. Rasa cemas, resah, dan takut tersebut terutama jika khalayak sasaran tidak memu menerima ide yang ditawarkan. Contoh: “Menolak program Seribu Tower berarti melanggengkan kesengsaraan hidup kita.”
Imbauan motivasional adalah pesan yang menggunakan imbauan motif yang menyentuh kondisi internal diri manusia. Contoh: “Ingin aman dan nyaman? Tinggallah di rumah susun!”
(c) Strategi Media, yakni proses menetapkan media komunikasi yang akan digunakan untuk menyalurkan pesan-pesan yang telah dirancang strateginya. Dalam menetapkan strategi media dapat berupa pengambilan kputusan tetang media apa yang akan digunakan atau dimanfaatkan, atau media apa yang akan diproduksi. Dengan demikian, strategi media itu dapat berupa kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih media atau memutuskan media yang harus dibuat.
(d) Strategi Komunikator, yakni menetapkan siapa yang akan dijadikan sumber informasi (sumber pesan) dan penyampai informasi yang sudah dirancang. Dalam merancang komunikator, sangat perlu mempertim bangkan kredibilitas komunikator. Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikan terhadap keahlian, kepakaran dan kemampuan (expertise), sifat-sifat dapat dipercaya (trustworthiness), dan dan daya tarik (attractiveness) yang dimiliki komunikator berkenaan dengan informasi atau pesan yang disampaikannya. Oleh karena itu, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan sumber pesan dan penyampai pesan adalah orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi di bidang yang dikomunikasikan, dapat dipercaya oleh khalayak sasaran, dan memiliki daya tarik, baik secara fisik maupun secara sosiologis dan psikologis.
Perumusan Rencana Operasional, yakni proses penetapan teknis pelaksanaan kegiatan di lapangan. Tahapan ini meliputi penetapan personel pelaksana, jadwal kegiatan, tempat kegiatan, fasilitas yang dibutuhkan, anggaran biaya, dan tahapan-tahan kegiatan, yang harus dilaksanakan secara nyata di lapangan.
Perumusan Rencana Evaluasi, yakni tahap penyusunan indikator kinerja untuk menilai kemajuan program, hasil-hasil program, dan dampak program. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyusunan instrumen evaluasi mulai dari evaluasi proses atau evaluasi formatif (on going evaluation), evaluasi hasil atau evaluasi sumatif (evaluation of result), dan evaluasi dampak pro (evaluation of impact). 

LANGKAH PELAKSANAAN SOSIALISASI
Tahap ini merupakan tahap implementasi dari rencana strategis dan rencana operasional yang telah ditetapkan pada langkah prasosialisasi. Seluruh kegiatan harus mengacu pada perencanaan strategis dan perencanaan teknis operasional yang telah disusun terse but. 

LANGKAH PASCA SOSIALISASI
Tahap dimana seluruh rangkaian kegiatan sosialisasi dinilai tingkat keberhasilannya, terutama untuk memperoleh data tentang tingkat pencapaian tujuan program (hasil-hasil program) dan dampak program. Dengan demikian, kegiatan pascasosialisasi diisi dengan kegiatan untuk melaksanakan evaluasi hasil dan evaluasi dampak, yang instrumennya mengacu pada instrumen yang sudah dirancang pada tahap prasosialisasi. 

PERENCANAAN KOMUNIKASI DAN PERMASALAHANYA
Komunikasi adalah suatu ketrampilan penting yang dibutuhkan dalam manajemen. Kegiatan komunikasi pada prinsipnya adalah aktivitas pertukaran ide atau gagasan. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan/ ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.
Dalam konteks komunikasi sosial (penyebaran ide-ide pembangunan/pemasaran pada masyarakat luas) memberi pemahaman bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, apalagi untuk mengubah sikap dan prilaku mereka (segment masyarakat) sesuai dengan kehendak/tujuan komunikator. Menyikap hal tersebut diperlukan Perencanaan Komunikasi. 

PERENCANAAN KOMUNIKASI
Dipahami ada empat (4) elemen utama Perencanaan, yaitu :
5. Tujuan (Objective). Kondisi masa depan yang akan dicapai.
6. Aksi (Action). Serangkaian kegiatan yang yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
7. Sumber Daya (Resouces). Hal-hal yang dibutuhkan dalam melaksakan aksi.
8. Pelaksanaan (Implementation). Tata cara dan arah pelaksanaan kegiatan.

Pada proses perencanaan tersebut, dampak ataupun akibat yang dihasilkan sangat bergantung pada ke-empat elemen perencanaan. Dalam proses perencanaan tersebut, peran komunikasi merupakan ketrampilan penting yang harus dimiliki oleh para manager. Karenanya dapat dikatakan pula bahwa perencanaan komunikasi meliputi fungsi-fungsi manajemen , yaitu :
5. Merencanakan (Planning).
6. Mengadakan (Organizing).
7. Mengutamakan (Leading).
8. Mengawasi (Controlling).

Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi adalah:
Komunikator : orang yang menyampaikan pesan
Pesan : ide atau informasi yang disampaikan
Media : sarana komunikasi
Komunikan : audience, pihak yang menerima pesan
Umpan Balik : respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya
Dalam kehidupan nyata mungkin ada yang menyampaikan pesan/ide (encoding) yang merupakan hasil pengolahan ide (stimulus) berdasarkan kesan (perception) dan penerjemahan (interpretation) si penyampai ; ada yang menerima atau mendengarkan pesan; ada pesan itu sendiri; ada media (transmission through a channel) dan tentu ada respon berupa tanggapan terhadap pesan (feedback).
Skema Proses Komunikasi
Dari skema proses komunikasi diatas, untuk menunjang keberhasilan perencanaan komunikasi dapat dilihat Kesan (Perception) sebagai inti komunikasi. Kesan adalah nuansa rasa manusia kepada obyek tertentu. Kita terkesan, karena ada sesuatu yang menarik dari obyek tersebut. Obyek tersebut bisa berupa barang atau orang. Kita bisa terkesan kepada orang karena bermacam-macam; bisa karena wajah cantiknya, tampan, berkumis; bisa karena kata-katanya, karena janjinya, dan sebagainya. Membuat kesan yang baik, berarti kita harus berbuat dan bersikap tertentu yang membuat agar orang lain tertarik. Dapat dikatakan bahwa kesan/persepsi merupakan inti komunikasi.
Menurut Rudolp F.Verdeber dalam buku, Communicate, 1978, kesan atau persepsi dapat didefinikan sebagai interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif obyek eksternal. Proses menafsirkan informasi Indrawi. Jika persepsi kita tidak akurat kita tidak munglkin bisa berkomunikasi secara efektif.
Proses mencapai kesepakatan (Sharing of meaning), lazimnya berlangsung secara bertahap. Karena itu, lebih awal kita perlu memperhatikan 5 (lima) sasaran pokok dalam proses komunikasi, yaitu:
1. Membuat pendengar mendengarkan apa yang kita katakan (atau melihat apa
yang kita tunjukkan kepada mereka)
2. Membuat pendengar memahami apa yang mereka dengar atau lihat
3. Membuat pendengar menyetujui apa yang telah mereka dengar (atau tidak
menyetujui apa yang kita katakan, tetapi dengan pemahaman yang benar)
4. Membuat pendengar mengambil tindakan yang sesuai dengan maksud kita dan
maksud kita bisa mereka terima
5. Memperoleh umpan balik dari pendengar
Di samping itu, masih ada faktor lain yang juga penting dalam proses komunikasi, yakni: Gangguan (noise) yakni faktor-faktor eksternal (media/saluran komunikasi) maupun internal (psikologis) yang dapat mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi. 

HAMBATAN PROSES KOMUNIKASI
Tentu tidaklah mudah untuk membuat sebuah komunikasi berjalan dengan menghasilkan kesepakatan secara utuh sesuai tujuannya. Karena, salah satu prinsip dalam berkomunikasi, yakni terdapatnya kesulitan-kesulitan pokok dalam mencapai tujuan. Kesulitan-kesulitan internal ini merupakan hal yang biasa dialami dialami oleh penyampai ide maupun penerimanya.
Matrik tujuan dan kesulitan dalam proses komunikasi. Tujuan
Kesulitan
MENDENGAR
Penerima pesan sulit memusatkan perhatian baik pada kata yang tertulis maupun terucap untuk waktu yang lama
Penerima pesan kurang memiliki perhatian pada apa yang bagi mereka tampak kurang penting
MEMAHAMI
Penerima pesan memiliki asumsi berdasarkan pengalaman masa lalunya
Penerima pesan sering tidak memahami jenis bahasa

0 comments :